Ia mengumpulkan orang-orang kepercayaannya untuk dimintai pendapat, termasuk seorang court jester bernama Jenny von Stockach.
Di momen itu, Jenny sama sekali tak gentar melempar sarkasme untuk menyadarkan adipati dan hulubalangnya, “Kalian ini emang orang-orang bodoh! Sedari tadi debatin cara masuk ke wilayah negara lain terus, tapi enggak sekalipun mikir gimana cara keluarnya!”
Di Inggris abad ke-15, Henry VIII punya hubungan karib dengan court jester bernama Will Somers.
Mereka seperti sahabat: Will tidak perlu membungkuk, tidak perlu memanggil “Yang Mulia”, atau berbicara Asal Bapak Senang (ABS). Kalau ada keputusan yang ngaco, dia pun akan bilang itu langsung di hadapan rajanya.
Ratu Prancis Catherine de' Medici, bertahta 1560-1574, punya court jestress (badut istana perempuan) yang tugasnya tidak hanya menghibur, tetapi juga mengingatkan sang ratu kalau ia lupa atau abai akan hal-hal esensial.
Salah kalau Anda menganggap court jester ini budaya bikinan barat. Fenomena ini pun dijumpai di beberapa negara di Asia, setidaknya di India, Cina, dan Arab.
Di masa Khalifah Harun al-Rasyid (786-803), hiduplah seorang penyair sekaligus badut istana bernama Hasan ibn Hani atau yang dikenal luas sebagai Abu Nuwas.
Ia bukan badut dari kalangan rendahan, yang menjadikan kekurangan dirinya sebagai bahan tertawaan untuk menghibur raja atau sekadar meniru-niru tingkah orang bodoh.
Abu Nuwas justru berasal dari kalangan orang terdidik – terlihat kan dari hikayatnya yang sampai sekarang masih lestari?
Di China, pernah ada peristiwa seorang kaisar yang murka terhadap tuturan seorang badut istana. Saat si badut ini hendak dipenggal, ia sempat-sempatnya bilang, “Yang Mulia, saya hanya ingin mengatakan satu hal sebelum saya mati. Kepala saya ini Yang Mulia, ketika sudah copot, tidak akan ada gunanya kok bagi Yang Mulia.” Kaisar itu lantas tertawa dan membebaskan badut itu.
Tenali Rama adalah superstar badut istana saat Raja Krishnadevaraya berkuasa sekitar tahun 1500-an.
Di samping jago sekali membuat sang raja ngakak, Tenali juga seorang penyair dan pemikir hebat yang tidak menempuh pendidikan formal. Badut istana ini begitu dicintai dan dipercaya raja, sampai-sampai diangkat sebagai kepala penasihat kerajaan.
Bagaimana dengan di Indonesia? Kebudayaan kita sebenarnya mengenal kisah rombongan pengiring bangsawan yang juga jadi penghibur.
Kita menjuluki mereka Panakawan, Punokawan, atau Punakawan, court jester khas Indonesia.
Mereka adalah penyeimbang terhadap karakter-karakter yang superior dalam narasi Hindu-Buddha yang muncul pada abad 9-10, seperti mitologi Mahabharata dan Ramayana.