JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menggugat Pemeritah Republik Indonesia (RI) cq Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Gugatan dengan nomor perkara 79/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL itu didaftarkan LP3HI pada 21 Juli 2023 lantaran kedua termohon itu tidak melakukan penyidikan terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo.
Adapun Dito pernah dimintai keterangan oleh pihak Kejagung terkait indikasi adanya pengamanan kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022.
“Sah atau tidaknya pengentian penyidikan,” demikian klasifikasi perkara yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023)
Baca juga: KPK: Menpora Dito Ariotedjo Sepakat Revisi LHKPN
Saat dihubungi Kompas.com, Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho menyampaikan, berdasarkan keterangan dua terdakwa kasus BTS 4G Kominfo bermama Irwan Hermawan dan Windi Purnama, para pemenang tender berusaha menghubungi pihak yang dapat menghentikan penyelidikan tindak pidana korupsi a quo agar tidak menaikkan statusnya menjadi penyidikan oleh Kejagung.
Menurut dia, salah satu pihak yang disebut oleh Irwan Hermawan dan Windi Purnama yakni seseorang bernama Dito Ariotedjo, yang saat perkara a quo berada pada tahap penyelidikan, berstatus sebagai staff khusus bidang hubungan antarlembaga di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Bahwa hingga Irwan Hermawan dan Windi Purnama didudukkan sebagai terdakwa dan perkaranya disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, keterangan keduanya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak pernah dicabut oleh keduanya. Nama Dito pun tidak dimasukkan dalam dakwaan,” kata Kurniawan.
Baca juga: Menpora Dito Ariotedjo Harap Klarifikasi Kejagung Mampu Bersihkan Namanya
Singkatnya, beberapa hari setelah isu ini bergulir, ada seseorang yang mengantarkan sejumlah uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS) ke kantor penasihat hukum Irwan Hermawan (in casu Kantor Maqdir Ismail & Partners) yang berada di Jalan Latuharhary senilai 1,8 juta dollar AS atau setara dengan Rp 27 miliar.
Untuk mengusut hal itu, kata Kurniawan, Kejagung telah berusaha melakukan penyitaan atas kamera CCTV milik kantor Maqdir Ismail & Partners tetapi jaksa yang ditugaskan untuk melakukan penyitaan tersebut tidak dibekali dengan izin dari pengadilan.
Kejagung disebut tidak melakukan upaya untuk melacak kamera CCTV lain yang berada di sekitar Kantor Maqdir Ismail & Partners, setidaknya untuk melacak nomor polisi atas mobil yang digunakan oleh pengantar uang demi mendalami hubungan uang tersebut dengan Dito.
“Bahwa keengganan termohon untuk menjadikan perkara a quo (tersebut) terang benderang tanpa ada upaya tebang pilih, terlihat dari keengganan termohon mendalami peran Dito Ariotedjo dengan dikonfrontir dengan keterangan Irwan Hermawan dan Windi Purnama,” kata Kurniawan.
“Hal mana merupakan bentuk penghentian penyidikan atas aliran uang hasil tindak pidana korupsi a quo, yang dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana pencucian uang, sekaligus gratifikasi serta berupaya untuk menghalangi penyidikan yang dilakukan termohon,” ucap dia.
Baca juga: Pemeriksaan Menpora Dito Ariotedjo dan Dugaan Aliran Dana Rintangi Penyidikan
Menurut Kurniawan, hingga permohonan praperadilan dugaan penghentian penyidikan terkait perkara BTS 4G ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kejagung terkesan tidak sungguh-sungguh dalam menangani perkara tindak pidana korupsi ini, dengan tidak mendalami aliran uang hasil tindak pidana korupsi BTS yang menurut keterangan Irwan Hermawan dan Windi Purnama berkaitan Dito Ariotedjo.
“Bahwa hingga permohonan praperadilan a quo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, turut termohon dalam hal ini KPK juga tidak melakukan koordinasi dan supervisi agar tidak terdapat tebang pilih dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh termohon,” ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.