Contoh sampah dan polusi udara di atas menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan politik dan pembangunan tidak menjamin keberlanjutan ekologis dan kualitas ekologis. Konsekuensi lebih lanjut adalah kualitas manusia dan pembangunan terganggu.
Partai politik dan politisi yang berupaya menjadikan dirinya sebagai lembaga politik rakyat, wakil dan pemimpin rakyat tak dapat mengelak dari legitimasi ekologis dalam setiap ideologi dan modus operandi politiknya.
Partai politik dan politisi tidak semata-mata memenangkan pertarungan merebut kekuasaan politik. Tidak pula sekadar mengaku sebagai partai politik dan politisi yang menanam pohon di tempat-tempat tertentu.
Lebih dari itu, legitimasi ekologis adalah komitmen politis terhadap politik kehidupan dan komitmen politis untuk menolak upaya menciptakan politik kematian dalam bidang lingkungan.
Setiap modus operandi politik partai politik dan politisi yang hanya untuk meraih tampuk kekuasaan adalah politik tanpa legitimasi ekologis.
Demikian pula, setiap kemenangan dari modus operandi politik, yang semata-mata untuk mengembalikan modal finansial yang telah digunakan adalah bukan politik kehidupan.
“Politik,” ucap Aristoteles, “adalah urusan hidup bersama dalam negara,” masih relevan untuk dinamika politik Indonesia saat ini dan masa depan.
“Hidup bersama” dalam terminologi filsafat politik Aristoteles tersebut tentu tidak semata-mata hidup manusia, tetapi juga makhluk hidup lain. Ini beralasan karena bagi filosof Yunani klasik ini, manusia adalah animal rational.
Terminologi antropologis yang bercorak animal tersebut mengindikasikan bahwa manusia tergantung juga pada makhluk non-manusia dalam ekosistem. Dengan demikian, legitimasi ekologis merupakan alasan dasar bagi politisi dan partai politik dalam berpolitik.
Legitimasi ekologis sebagai komitmen politis partai politik dan politisi terungkap secara nyata dalam agenda dan kebijakan politik ekologi.
Setiap agenda kebijakan politik pembangunan dalam bidang apapun senantiasa berkarakter ekologis. Tujuannya adalah menjamin keberlanjutan lingkungan dan kualitas ekologis bagi setiap makhluk hidup.
Ideal mengenai legitimasi ekologis tersebut tercermin dalam pemimpin nasional. Pemimpin nasional dan politisi parlemen yang terpilih nanti adalah pemimpin dan politisi yang mengemban kepemimpinan ekologis.
Pemimpin dan politisi yang demikian tidak terjebak dalam logika konfliktual antara pertumbuhan ekonomi versus keberlanjutan lingkungan.
Kepemimpinan ekologis terungkap dalam kebijakan-kebijakan pembangunan yang integratif. Pembangunan pertumbuhan ekonomi, distribusi kesejahteraan ekonomi ke semua lapisan masyarakat secara adil terintegrasi dengan dan keberlanjutan lingkungan.
Kepemimpinan yang demikian senada dengan apa yang disebut oleh Jeremy Seabrook (1993) sebagai “memperoleh pertumbuhan yang sama seraya menghormati keseimbangan ekologis. … praktis sekaligus hormat terhadap masyarakat maupun lingkungan.”
Rakyat sebagai makhluk politik memiliki kewajiban etis melacak dan memastikan legitimasi ekologis dalam politik Pemilu 2024.
Rakyat harus memastikan bahwa pada Pemilu 2024 nanti, pemimpin nasional dan politisi parlemen yang terpilih bukanlah sosok-sosok yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi untuk pihak tertentu dan mengabaikan keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan kata lain, dalam politik Pemilu 2024 rakyat mempertaruhkan kualitas hidup, keadilan ekologis, kualitas dan keberlanjutan lingkungan hidup pasca-pemilu, melalui tindakan memilih secara politik pada pemilihan umum 2024.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.