JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana belum menemukan titik terang, setelah pemerintah menyerahkan naskah berikut surat presiden (surpres) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 4 Mei 2023 lalu.
Sebenarnya pimpinan DPR diharapkan membacakan surpres dalam rapat paripurna pada Selasa (11/7/2023) lalu. Namun, momen yang ditunggu-tunggu ternyata tidak terwujud.
Ketua DPR Puan Maharani membeberkan alasan mengapa surpres RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan.
“Jadi seperti yang selalu saya sampaikan, DPR sekarang ini memfokuskan untuk bisa menyelesaikan rancangan undang-undang yang ada di setiap komisinya, setiap tahun maksimal dua sesuai dengan tata terbitnya,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Yasonna: Ya Kita Selesaikan Dong, Itu Prioritas
Jika 2 RUU sudah diselesaikan, maka setiap komisi baru dipersilakan membahas RUU yang baru. Namun, jika target 2 RUU belum selesai dibahas, maka tidak akan berlanjut ke dalam pembahasan RUU lain.
Puan mengatakan, saat ini Komisi III DPR tengah membahas sejumlah RUU, yakni revisi UU Narkotika dan perubahan keempat UU Mahkamah Konstitusi (MK).
Maka dari itu menurut dia sebaiknya Komisi III tetap menyelesaikan pembahasan RUU yang masih belum selesai supaya fokus.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengeklaim mereka siap membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Dia mengatakan rekan-rekan sejawat di Komisi Hukum itu selalu siap menerima tugas pembahasan RUU.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas, Yasonna: Kami Tak Bisa Memerintah DPR
"Kami ini kan pasukan siap saja, kalau dimasukkan ke pansus (panitia khusus) atau panja (panitia kerja), ya kita siap membahasnya," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/8/2023).
Meski begitu, Habiburokhman mengatakan, dia belum mengetahui alasan Pimpinan DPR tidak kunjung menugaskan alat kelengkapan dewan (AKD) membahas RUU Perampasan Aset.
Presiden Joko Widodo nampaknya gemas karena RUU Perampasan Aset tak kunjung dibahas oleh DPR RI. Padahal dia sudah mengirim surpres dan naskah RUU itu.
Ia menyatakan sudah sering memberikan dorongan agar beleid itu segera dibahas.
Baca juga: Komisi III Klaim Siap Bahas RUU Perampasan Aset jika Ditugaskan Pimpinan DPR
"Masa saya ulang terus, saya ulang terus, saya ulang terus, ya engga lah. Sudah di DPR. Sekarang dorong saja yang di sana (DPR)," ungkap Jokowi usai meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh, 27 Juni 2023.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar, menilai seharusnya DPR menjadikan pembahasan RUU Perampasan Aset sebagai agenda prioritas.
Sebab menurut dia, selain payung hukum itu sangat dinantikan supaya proses penegakan hukum berjalan maksimal, di dalam RUU itu juga terkandung harapan masyarakat supaya memberi efek jera terhadap pelaku kejahatan yang kerap melakukan penyamaran harta dari hasil tindak pidana seperti korupsi sampai narkoba.