PESTA Demokrasi tinggal beberapa bulan lagi. Namun sejauh ini, berbagai koalisi yang ada dinilai belum ajek dan pasti. Siapa dapat apa diduga menjadi faktor kunci. Perbincangan dan diskursus mengenai koalisi terus mewarnai jagad politik di negeri ini.
Partai Nasdem yang mengawali. Jauh jauh hari, partai yang mengusung jargon restorasi ini sudah mewacanakan dan membangun koalisi. Pasalnya, partai ini sudah mendeklarasikan bakal calon presiden sejak dini.
Karena perolehan suara dan kursi tak memadai, Partai Nasdem harus membangun koalisi guna bisa memenuhi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden di Pilpres 2024.
Partai Nasdem akhirnya berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang notabene adalah partai yang selama ini memilih beroposisi dengan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Sementara Nasdem adalah bagian dari koalisi partai pendukung pemerintahan Jokowi. Namun demi koalisi, Partai Nasdem mengabaikan hal ini.
Baca juga: Golkar Masih Berniat Bangun Koalisi Besar, Ganjar atau Prabowo?
Seolah tak mau kalah, sejumlah partai yang masih ‘setia’ dengan Jokowi juga membentuk koalisi. Tiga partai anggota koalisi pendukung Jokowi yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Isunya, partai-partai itu diinisiasi Presiden Jokowi guna menjadi sekoci bagi Ganjar Pranowo jika Gubernur Jawa Tengah ini tak mendapat restu dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesi Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
Sementara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Sama seperti KIB, koalisi yang baru diisi dua partai ini juga kabarnya ‘difasilitasi’ Presiden Jokowi. Presiden dua periode ini mengaku menjadi ‘mak comblang’ atas terbentuknya koalisi antara PKB dan Gerindra.
Namun, berbagai koalisi itu kabarnya sudah tak solid lagi. KIB misalnya, nasib koalisi ini sudah tak jelas lagi usai PPP memilih merapat dan bergabung dengan PDI-P usai Ganjar Pranowo dideklarasikan.
Sementara, PAN juga sibuk ke sana-sini guna menawarkan Erick Thohir sebagai bakal cawapres yang diajukan. Hanya Partai Golkar yang masih bertahan dan belum jelas kemana dukungan akan diarahkan.
Setali tiga uang, masa depan Koalisi Perubahan untuk Persatuan juga dipertanyakan usai polemik soal bakal cawapres Anies Baswedan muncul ke permukaan. Perselisihan terkait bakal cawapres Anies Baswedan yang berujung saling sindir dan saling serang antara elite Partai Demokrat dan Partai Nasdem dianggap sebagai salah satu bukti bahwa koalisi ini tak solid lagi.
Kabarnya, KKIR juga tak baik baik saja. Sama seperti Koalisi Perubahan, perihal nama bakal cawapres masih menjadi persoalan. PKB sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal capres di Pemilu 2024.
Namun hingga kini, Prabowo dan Partai Gerindra tak kunjung mengumumkan siapa bakal cawapresnya. Padahal PKB menginginkan agar ketua umumnya, Muhaimin Iskandar bisa mendampingi Prabowo di Pilpres 2024.
Baca juga: PPP Wacanakan Koalisi Besar Usung Ganjar, PAN: Jika Beda Pilihan, KIB Tinggal Pusara
Kondisi itu diperparah dengan isu bahwa Prabowo akan mengajak Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi bakal cawapresnya. Prabowo sepertinya ingin mengunci dukungan Jokowi dengan cara mengajak anak sulung Presiden yang saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Solo itu untuk mendampingi.
Belum lagi beredar kabar bahwa nama Erick Thohir juga masuk bursa bakal cawapres menteri pertahanan di kabinet Jokowi ini.
Kondisi itu seolah menegaskan dan membuktikan bahwa berbagai koalisi yang diinisiasi dan dibangun tersebut semata mata demi jabatan dan bagi-bagi kue kekuasaan. Koalisi yang dibangun tidak dilandasi atas kesamaan ideologi atau visi, namun demi posisi dan kursi. Juga tidak dibangun atas dasar kesamaan ide dan gagasan membangun Indonesia ke depan, namun lebih karena kesamaan kepentingan.
Karena itu, sejak awal diskursus yang muncul ke permukaan juga bukan ide dan gagasan, namun soal popularitas dan elektabilitas. Juga siapa bakal capres dan cawapres yang akan diusung dan didukung karena ini dianggap akan berdampak pada perolehan kursi di Senayan nanti.
Partai politik seolah mengabaikan esensi dari kontestasi pesta demokrasi, di mana parpol seharusnya menawarkan ide dan gagasan, juga strategi dan solusi guna menyelesaikan berbagai persoalan yang saat ini dihadapi bangsa ini. Bukan sekadar sibuk membincangkan bagi-bagi posisi dan berbagi kekuasaan.
Benarkah demikian? Saksikan dan simak pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum Spesial Pemilu yang mengundang delapan sekretaris jenderal dan satu wakil ketua umum partai politik yang ada di Senayan di Kompas TV pada Rabu (12/7/2023) mulai pukul 20.30 WIB.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.