Selain SBY, beberapa politisi Partai Demokrat lainnya juga sempat memintanya untuk mundur.
Anas mengatakan, tampilan Kongres II Partai Demokrat 2010 memang baik. Namun, hal yang sesungguhnya terjadi di balik kongres tersebut adalah sebaliknya.
"Apa yang terjadi di depan panggung berbeda dengan apa yang terjadi di belakang panggung. Hal ini saya sadari. Demikian juga peserta kongres yang lain," katanya.
Anas, ketika menyampaikan pidato pengunduran diri, mengibaratkan dirinya sebagai bayi yang tak diharapkan pada Kongres II Partai Demokrat 2010.
Ketika ditanya alasan mengapa dirinya tak diinginkan, Anas mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya juga sedang mencari-cari rumusan dosa politik saya. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa menemukannya," katanya.
Pada kesempatan itu, Anas juga mengatakan, seusai terpilih menjadi pucuk pimpinan Partai Demokrat, dirinya berusaha merangkul Cikeas.
Caranya, Anas meminta izin kepada SBY untuk menjadikan putra bungsunya, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, sebagai sekretaris jenderal partai.
"Ini saya usulkan untuk menghindari kesan adanya situasi yang tidak enak antara ketua dewan pembina dengan ketua umum," kata Anas.
Awalnya, SBY tidak setuju Ibas menjabat sebagai sekjen. Namun, akhirnya SBY mengizinkannya.
Pinangan Anas terhadap Ibas juga mendapat restu sebagian anggota tim sukses Anas. Pada Kongres II Partai Demokrat 2010, Anas mengalahkan dua kandidat lainnya, yakni Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie.
Cikeas disebut-sebut menjagokan Andi Mallarangeng, yang juga mantan juru bicara presiden, sebagai penerus Hadi Utomo, ketua terdahulu.
Namun, Andi malah tersingkir di putaran pertama. Pada putaran kedua, Andi Mallarangeng, yang pencalonannya didukung Ibas, memberikan dukungannya kepada Marzuki Alie. Akhirnya, Anas tak terbendung dan berhasil mengalahkan Marzuki.
Keterlibatan Anas dalam kasus korupsi megaproyek Hambalang pertama kali diungkap oleh mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin pada 2011.
Nazaruddin saat itu tengah melarikan diri ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.