Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Gonjang-ganjing" Jelang RUU Kesehatan yang Akan Disahkan Hari Ini oleh DPR

Kompas.com - 11/07/2023, 06:43 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan rencananya akan disahkan menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat paripurna hari ini, Selasa (11/7/2023).

Sesuai surat undangan kepada para anggota Dewan bernomor B/288/PW.11.01/7/2023, rapat tersebut terjadwal pukul 12.30 WIB.

Kendati tinggal hitungan jam, sejumlah pihak menganggap pengesahan RUU Kesehatan terkesan terburu-buru, mengingat RUU inisiatif DPR RI ini baru saja dibahas pada tahun lalu.

Baca juga: Komisi IX Sebut RUU Kesehatan Bakal Disahkan Besok

Pemetaan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh kementerian teknis terkait, yaitu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), baru terjadi pada Februari hingga April 2023.

Apalagi, produk hukum yang akan disahkan memuat banyak Undang-Undang eksisting, yakni mencabut 9 UU dan mengubah 4 UU terkait kesehatan.

Dalam perjalanan penyusunannya, RUU Kesehatan menuai pro dan kontra, termasuk dari para organisasi profesi (OP).

Mereka melawan dengan banyak cara, mulai dari aksi di depan gedung DPR RI hingga berencana mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini terjadi lantaran adanya perbedaan pendapat antara pemerintah dan sejumlah organisasi profesi.

Pemerintah menilai beberapa pekerjaan rumah bisa diselesaikan melalui RUU Kesehatan, termasuk penciptaan dokter spesialis.

Baca juga: Layangkan Petisi, Forum Guru Besar Soroti Hilangnya Mandatory Spending hingga Pasal Aborsi RUU Kesehatan

Menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktik. Padahal, rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar.

Rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk. Sementara itu, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.

Layangkan petisi

Terbaru, sejumlah guru besar yang tergabung dalam Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) menolak RUU Kesehatan dengan melayangkan petisi kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani pada Senin (10/7/2023).

Mereka merasa ada sejumlah isu yang berpotensi mengganggu ketahanan kesehatan bangsa, setelah membaca, menelaah, dan mendiskusikan secara seksama berbasis evidence base tentang RUU itu.

Salah satunya soal mandatory spending. Dalam RUU, DPR RI dan pemerintah sepakat menghapus alokasi anggaran kesehatan minimal 10 persen dari yang sebelumnya 5 persen.

Pemerintah beranggapan, penghapusan bertujuan agar mandatory spending diatur bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.

Namun menurut FGBLP, penghilangan pasal justru tidak sesuai dengan amanah Abuja Declaration WHO dan TAP MPR RI X/MPR/2001.

Baca juga: Tak Semua Masukan RUU Kesehatan Diterima, Menkes: Wajar, Namanya Juga Demokrasi

Berbagai pasal lain yang disorot adalah soal adanya pasal-pasal terkait ruang multi-bar bagi organisasi profesi, kemudahan bagi dokter asing untuk masuk ke Indonesia, dan implementasi proyek bioteknologi medis termasuk proyek genome yang mengakibatkan konsekuensi serius pada biosekuritas bangsa. Serta, kontroversi terminologi waktu aborsi.

"Kami mengusulkan RUU ini ditunda pengesahannya dan kemudian dilakukan revisi secara lebih kredibel dengan melibatkan tim profesional kepakaran serta semua pemangku kepentingan," kata Dokter spesialis kandungan dan perwakilan FGBLP Laila Nuranna Soedirman dalam konferensi pers secara daring, Senin.

Petisi juga dilayangkan karena mereka merasa tidak didengar. Para guru besar menganggap, penyusunan RUU tidak memenuhi asas sosial pembuatan UU yaitu asas krusial pembuatan undang-undang.

Asas-asas itu meliputi asas keterbukaan/transparan, partisipatif, kejelasan landasan pembentukan, yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis; serta kejelasan rumusan.

Kemudian, tidak ada urgensi dan kegentingan yang mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan.

Ancaman aksi hingga mogok kerja

Berita pengesahan RUU Kesehatan yang akan berubah menjadi UU hari ini lantas cepat menyebar.

Lima organisasi profesi (OP) yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan melakukan aksi di depan Gedung DPR mulai pukul 08.00 WIB, Selasa (11/7/2023), hari ini.

Baca juga: Alasan RUU Kesehatan Dibuat, Menkes: Banyak Dokter Bilang Gap Kita dengan Luar Negeri Jauh

Sebelumnya, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang tergabung dalam lima organisasi profesi itu sudah berencana akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pembahasan RUU tidak dihentikan.

Mogok kerja juga menjadi opsi perlawanan terhadap UU ini. Belum lama ini, Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut, pihaknya akan mogok kerja mengingat pemerintah tidak melibatkan organisasi profesi dalam pembahasan RUU dengan metode omnibus law tersebut.

Padahal, kata dia, organisasi profesi memiliki peran penting dalam mengatur anggota-anggotanya yang notabene para tenaga kesehatan di Indonesia.

Organisasi profesi termasuk organisasi perawat adalah garda utama yang melakukan pengawalan dan memberikan sanksi etik, utamanya ketika terdapat kasus malapraktik yang dilakukan oleh para nakes.

"Konsolidasi terus kita lakukan. Bahkan PPNI kemarin rapat nasional, memutuskan kita secara kolektif bisa melakukan mogok kerja, cuti pelayanan dalam konteks untuk memberikan perlawanan proses atas RUU Kesehatan yang menurut kita sangat tidak dijamin," ungkap Harif belum lama ini.

Hilangnya partisipasi bermakna?

Aksi-aksi yang dilakukan bukan tanpa alasan. Mereka menganggap pembahasan RUU Kesehatan terkesan ditutupi dan tidak mencapai unsur partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUUXVII2020, partisipasi publik bermakna tak sebatas pada pemenuhan hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard). Namun, sejauh mana pemerintah dapat mempertimbangkan hak warga dalam memberikan pendapatnya (right to be considered).

Baca juga: IDI Pertanyakan Pembahasan RUU Kesehatan Tidak Transparan, tetapi Sering Disebut untuk Kepentingan Rakyat

Jika pemerintah belum setuju atau tidak setuju atas pendapat yang disampaikan masyarakat, maka warga negara berhak untuk mendengar alasan atau pertimbangan ketidaksetujuan tersebut.

Anggapan ini pun disampaikan oleh puluhan lembaga termasuk PKJS UI, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, hingga Indonesia Corruption Watch (ICW).

Mereka juga menganggap pembahasan RUU tidak transparan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kesehatan yang diserahkan pemerintah kepada DPR RI baru diketahui publik pada Maret 2023, meski pembahasan dimulai sejak Agustus 2023.

Tanggapan Menkes

Kendati begitu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, tidak seluruh masukan untuk RUU Kesehatan bisa diterima oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI.

Bisa saja, kata Budi, dari 100 masukan yang masuk dari organisasi profesi (OP) dan stakeholder lainnya, hanya 40 masukan yang diterima. Menurutnya, hal itu wajar dalam demokrasi.

Namun demikian, bukan berarti masukan tersebut tidak lantas diterima.

Ia menyatakan, bisa saja masukan-masukan lainnya justru terakomodir dalam aturan turunan sebagai aturan pelaksana, yang mengatur lebih rinci maksud dari UU.

"Kita bilang ya, dari 100 ini yang masuk 40. Kenapa? Yang 50 kita rasa enggak usah ditaruh di UU. Atau yang ini kayaknya enggak cocok dengan kondisi Indonesia, ya sudah akhirnya kita ambil yang 40," kata Budi dalam podcast yang ditayangkan Sekretariat Kabinet RI, Senin (3/7/2023).

Baca juga: Soal Kelanjutan RUU Kesehatan, Jokowi: Itu Wilayahnya DPR

Ia pun membantah pembahasan RUU Kesehatan tak melibatkan banyak pihak. Pemerintah dan DPR RI telah membuka diskusi publik sebanyak tiga kali.

Diskusi pertama dibuka oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada tahun lalu.

Diskusi kedua dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat memetakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Februari hingga April 2023.

Sedangkan diskusi ketiga dilakukan oleh Komisi IX DPR RI sekitar Mei hingga Juni 2023.

Dengan begitu kata Budi, perancangan RUU sudah melibatkan banyak pihak yang penting di dalamnya.

"Dan kalau saya lihat daftar hadir, semua organisasi profesi, stakeholder, diundang. Ada Youtube (yang menayangkan diskusi) yang bisa dilihat. Semua terbuka kok, at least yang pemerintah saya bisa pastikan itu Youtube-nya bisa dilihat," beber dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com