Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Diagnosis Cepat Mampu Kurangi Fatalitas Antraks

Kompas.com - 10/07/2023, 15:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebut bahwa diagnosis cepat mampu mengurangi tingkat fatalitas setelah terinfeksi antraks.

Dicky mengatakan, umumnya gejala antraks tidak langsung berat, hanya berupa demam dan sesak napas. Hal ini membuat masyarakat tidak menyadari jika sudah terinfeksi bakteri tersebut.

Oleh karena itu, menurutnya, tak heran masih banyak pasien yang tidak mengetahui gejala antraks sehingga terlambat untuk ditangani lebih dini.

"Sebetulnya untuk terapi antraks ini, kata kuncinya diagnosis yang cepat. Jadi relatif bisa dikurangi fatalitasnya kematiannya dengan cara pemberian treatment (pengobatan setelah didiagnosis)," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (10/7/2023).

Baca juga: Wapres Minta Semua yang Terpapar Antraks Diisolasi, Jangan sampai Merebak ke Daerah Lain

Dicky menyampaikan, setelah berhasil didiagnosis, pasien terinfeksi antraks akan diberikan obat-obatan dan vaksin oleh fasilitas layanan kesehatan.

Obat tersebut pun bisa diberikan melalui dua cara tergantung jenisnya, diminum secara langsung atau melalui infus.

Kemudian, obat tersebut akan diberikan selama sekitar 60 hari.

"Kalau segera didiagnosis cepat, pemberian (obat) cepat, antraks bisa ditangani, dicegah fatalitasnya," ujar Dicky.

Baca juga: 4 Tipe Antraks dan Tingkat Fatalitasnya

Kendati begitu, Dicky mengatakan, hal ini juga dipengaruhi oleh jenis antraks yang menginfeksi. Diketahui, tingkat fatalitas antraks tergantung dari jenisnya.

Tingkat fatalitas antraks yang menyerang kulit mencapai 20 persen, fatalitas antraks yang menyerang saluran pencernaan mencapai 25-70 persen, dan fatalitas antraks yang menyerang saluran pernapasan mencapai 80 persen.

Umumnya, kata Dicky, antraks yang menyerang saluran pernapasan menjadi yang paling sulit.

"Kalau secara terhirup sporanya, ini yang paling sulit dan umumnya fatal. Jadi yang kemungkinan bisa diminimalisir selain cepat didiagnosa ditemukan kasusnya, dan umumnya infeksinya bukan karena terinhalasi atau terhirup, mungkin kontak dengan daging, makan, atau kulitnya karena ada luka," katanya.

Baca juga: Kasus Antraks di Yogyakarta Terjadi Hampir Tiap Tahun Selama 5 Tahun Terakhir, Tertinggi Tahun 2019

Kendati begitu, Dicky meminta masyarakat agar tidak khawatir. Sebab, spora antraks bisa dihindari dengan selalu memakai masker di daerah yang mempunyai kasus antraks.

Kemudian, hindari memakan hewan ternak yang sudah mati atau bangkai, serta selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

"Dalam konteks (yang tinggal) di wilayah Yogyakarta, itu jangan khawatir. Selain biasa memakai masker, hindari memakan hewan (yang sudah) mati (sebelum disembelih). Perhatikan kebersihan lingkungan rumah dan lantai," ujar Dicky.

Sebagai informasi, kasus antraks kembali terjadi di Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semono, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul, satu orang dilaporkan meninggal dunia akibat antraks.

Baca juga: Sejarah Antraks, Penyakit Tertua yang Diperkirakan Berasal dari Mesir

Kepala Dinkes Kabupaten Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, kasus ini bermula ketika warga menyembelih dan mengonsumsi sapi yang sudah mati.

"Dia (warga yang meninggal) ikut menyembelih dan mengkonsumsi. Sapinya kondisinya sudah mati lalu disembelih," kata Dewi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Juli 2023.

Warga yang meninggal itu dibawa ke RSUP Sardjito pada Sabtu (1/4/2023). Pihak Dinkes Gunungkidul baru menerima laporan adanya warga meninggal di RSUP Sardjito pada Senin (4/7/2023).

Menerima laporan itu, Dinkes Gunungkidul bersama Satgas One Health dari Kapanewon Semanu langsung bergerak untuk melakukan penelusuran.

Dari hasil penelusuran, sebanyak 125 orang diketahui melakukan kontak langsung dengan hewan ternak yang mati karena antraks. Setelah dilakukan pemeriksaan, Dewi menyebutkan, sekitar 85 orang dinyatakan positif antraks.

"18 orang yang bergejala mulai dari luka, ada yang diare hingga pusing," ujar Dewi.

Baca juga: Waspadai Antraks, Warga Diimbau Konsumsi Hewan Sehat dan Dipotong di RPH

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com