JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi menyampaikan, ada empat jenis antraks yang mampu menular ke manusia.
Antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri B.anthracis.
Antraks umumnya menyerang hewan herbivora, seperti kambing, sapi, domba, lalu menyebar ke manusia jika mengonsumsi daging tersebut.
Baca juga: Kasus Antraks di Yogyakarta Terjadi Hampir Tiap Tahun Selama 5 Tahun Terakhir, Tertinggi Tahun 2019
Antraks mampu bertahan hingga 40 tahun lamanya di tanah. Sebab, bakteri akan membentuk spora bila berkontak dengan udara. Spora ini berfungsi sebagai pelindung, sehingga bakteri di dalam spora sulit mati.
"Antraks sendiri ada 4 jenis. Dan case fatality rate dari antraks ini bervariasi," kata Imran dalam konferensi pers secara daring, Kamis (6/7/2023)
Bakteri tersebut menempel hingga kulit melepuh. Tingkat fatalitas kasus (case fatality rate) dari antraks jenis ini berkisar 25 persen
Bakteri ini masuk ke dalam saluran pencernaan saat penderita memakan daging dari hewan tertular dan tidak memasak daging dengan sempurna.
Akibatnya, usus penderita menjadi melepuh sehingga terjadi pendarahan dan meninggal.
Baca juga: Kemenkes: Bakteri Antraks Bisa Bertahan hingga 40 Tahun Lebih di Tanah
Adapun antraks dengan tingkat fatalitas tertinggi yakni antraks yang menyerang paru-paru. Fatality rate-nya mencapai 80 persen.
Spora bakteri itu terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli.
Terakhir, antraks injeksi yang ditemukan pada pengguna narkotika. Dari empat jenis tersebut, kasus-kasus antraks di Indonesia didominasi oleh antraks yang menyerang kulit atau antraks kulit.
"Tipe ini yang paling banyak terjadi di Indonesia. Kalau fatality rate antraks pencernaan cukup tinggi dan bervariasi mulai 25-70 persen. Kemudian yang paling bahaya adalah antraks tipe paru-paru dengan case fatality rate capai 80 persen," ujar Imam.
Lebih lanjut, Imran menyampaikan, penularan antraks ke manusia terjadi melalui beberapa cara.
Pertama, karena menyembelih hewan mati atau sakit karena antraks, kemudian dagingnya dikonsumsi oleh manusia.
Kedua, melalui luka terbuka di permukaan kulit yang bersentuhan langsung dengan bulu, kulit, maupun daging hewan yang sudah terinfeksi.