Sejak awal, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU mengandalkan data resmi dari pemerintah sebagai dasar melakukan pencocokan dan penelitian (coklit), sebelum menyusun DPT.
Baca juga: KPU Jamin 4 Juta Pemilih di DPT yang Belum Punya KTP Tetap Bisa Nyoblos
Dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) Luar Negeri yang diterima KPU dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Desember 2022, jumlah WNI potensial pemilih di mancanegara hanya 1.806.713 orang.
Jumlah ini di bawah angka yang dirilis BP2MI maupun Bank Dunia.
Sejak lama, isu ini sudah menjadi persoalan, terutama soal bagaimana cara memenuhi hak pilih WNI yang berstatus undocumented di luar negeri.
Awal tahun lalu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja sudah memprediksi hal ini terjadi, bercermin dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
"Pekerja migran ilegal atau undocumented paling banyak di Saudi Arabia dan negara-negara Timur Tengah," kata Bagja dalam diskusi virtual Komunitas Pewarta Pemilu bertajuk "Persiapan, Tingkat Partisipasi, dan Tantangan Pemilu 2024 di Luar Negeri", dikutip Senin (23/1/2023).
Baca juga: 16.000 Pekerja Datang ke IKN, Hanya 304 yang Masuk DPT Pemilu 2024
Ia menyebut bahwa persoalan pemberkasan ini tak dapat dilepaskan dari masalah struktural di negara-negara tempat pekerja migran ini berada.
"Karena ada yang ditelantarkan oleh majikannya," ujar Bagja memberi contoh.
Sementara itu, secara legal-formal, pemerintah melalui Kemlu hanya dapat mendaftar WNI di mancanegara seandainya yang bersangkutan memang terdata dengan baik secara kependudukan.
Kemlu selalu mengimbau supaya WNI undocumented dapat melaporkan diri ke perwakilan RI di masing-masing negara agar bisa terdata secara kependudukan dan berikutnya didaftarkan ke dalam daftar pemilih 2024.
Baca juga: Sejumlah Data Belum Final, Bawaslu Dorong Perbaikan DPT Pemilu 2024
Hal ini dianggap mudah di atas kertas, tetapi cukup sulit dalam praktiknya.
Sebab, para WNI ilegal ini menghadapi tantangan untuk lapor diri, mulai dari izin majikan/atasan hingga konsekuensi hukum yang membayangi karena selama ini tinggal di negara lain tanpa dokumen.
"Sehingga tidak terdeteksi (sebagai pemilih di luar negeri), dan biasanya jadi pengungsi di depan kedutaan besar," kata Bagja.
"Kalau di Malaysia itu banyak paspor yang ditahan oleh pengusaha, jadi dia hanya pakai kartu pekerja. Ini persoalan. Padahal paspor adalah dokumen kewarganegaraan yang seharusnya dibawa dan tidak bisa dikumpulkan ke satu orang atau pengusaha," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.