Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon Idroos mengatakan bahwa dibutuhkan dokumen kependudukan yang valid dan lengkap untuk dapat mendaftarkan seseorang ke DPT.
"Sepanjang dia WNI dan bisa menunjukkan dia WNI, kami data. (Tidak cuma paspor), KTP elektronik saja boleh kok (sebagai bukti) di luar negeri," ujar Betty kepada Kompas.com pada Selasa (4/7/2023).
"Kalau aku terima saja tanpa ada identitas kependudukan kamu yang jelas, nanti saya dikira men-double (menggandakan), memasukkan data yang tidak valid," kata dia.
Betty menyampaikan, bukti kependudukan bahwa WNI itu ada di luar negeri dan akan mencoblos di sana pada hari pemungutan suara itu sangat penting.
Sebab, KPU harus mencoret yang bersangkutan sebagai pemilih di Indonesia.
Apabila tidak, ada pemilih ganda di dalam DPT, yang berarti ada surplus surat suara yang rawan disalahgunakan.
Mantan Ketua KPU DKI Jakarta itu juga menyampaikan bahwa pihaknya rutin berkomunikasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait pemutakhiran data pemilih di luar negeri.
"Ada kok notulensinya," ujar dia.
Hal itu ia tegaskan karena BP2MI pada Mei 2023 menyebut ada 4,6 juta pekerja migran Indonesia dan semuanya disebut berangkat secara legal.
Sementara itu, DPT Luar Negeri Pemilu 2024 yang ditetapkan KPU hanya 1,7 juta pemilih.
Selisih jumlah itu bisa lebih lebar jika mengacu Bank Dunia yang menyebut pekerja migran Indonesia mencapai 9 juta orang, termasuk mereka yang berangkat secara ilegal.
Betty menyampaikan bahwa legal atau tidaknya seorang WNI bekerja di luar negeri tak jadi masalah sepanjang yang bersangkutan dapat membuktikan dokumen kependudukannya secara valid dan lengkap.
"Tapi, misalnya orang undocumented kerjanya itu pasti paspornya tidak update, lalu bagaimana membuktikan dia masih WNI di luar negeri?" ujar dia.
Isu lama tanpa solusi
Di sisi lain, ada isu terkait basis data yang digunakan KPU untuk melakukan pemutakhiran data pemilih yang membuat WNI berstatus undocumented berpeluang besar kehilangan hak pilih.
Sejak awal, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, KPU mengandalkan data resmi dari pemerintah sebagai dasar melakukan pencocokan dan penelitian (coklit), sebelum menyusun DPT.
Dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) Luar Negeri yang diterima KPU dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Desember 2022, jumlah WNI potensial pemilih di mancanegara hanya 1.806.713 orang.
Jumlah ini di bawah angka yang dirilis BP2MI maupun Bank Dunia.
Sejak lama, isu ini sudah menjadi persoalan, terutama soal bagaimana cara memenuhi hak pilih WNI yang berstatus undocumented di luar negeri.
Awal tahun lalu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja sudah memprediksi hal ini terjadi, bercermin dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.
"Pekerja migran ilegal atau undocumented paling banyak di Saudi Arabia dan negara-negara Timur Tengah," kata Bagja dalam diskusi virtual Komunitas Pewarta Pemilu bertajuk "Persiapan, Tingkat Partisipasi, dan Tantangan Pemilu 2024 di Luar Negeri", dikutip Senin (23/1/2023).
Ia menyebut bahwa persoalan pemberkasan ini tak dapat dilepaskan dari masalah struktural di negara-negara tempat pekerja migran ini berada.
"Karena ada yang ditelantarkan oleh majikannya," ujar Bagja memberi contoh.
Sementara itu, secara legal-formal, pemerintah melalui Kemlu hanya dapat mendaftar WNI di mancanegara seandainya yang bersangkutan memang terdata dengan baik secara kependudukan.
Kemlu selalu mengimbau supaya WNI undocumented dapat melaporkan diri ke perwakilan RI di masing-masing negara agar bisa terdata secara kependudukan dan berikutnya didaftarkan ke dalam daftar pemilih 2024.
Hal ini dianggap mudah di atas kertas, tetapi cukup sulit dalam praktiknya.
Sebab, para WNI ilegal ini menghadapi tantangan untuk lapor diri, mulai dari izin majikan/atasan hingga konsekuensi hukum yang membayangi karena selama ini tinggal di negara lain tanpa dokumen.
"Sehingga tidak terdeteksi (sebagai pemilih di luar negeri), dan biasanya jadi pengungsi di depan kedutaan besar," kata Bagja.
"Kalau di Malaysia itu banyak paspor yang ditahan oleh pengusaha, jadi dia hanya pakai kartu pekerja. Ini persoalan. Padahal paspor adalah dokumen kewarganegaraan yang seharusnya dibawa dan tidak bisa dikumpulkan ke satu orang atau pengusaha," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/04/13105791/kpu-jelaskan-soal-dpt-luar-negeri-yang-lebih-sedikit-dari-jumlah-pekerja