JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan pihak kepolisian yang memperlakukan anak berhadapan dengan hukum berinisial R (14) layaknya seorang kriminal pada umumnya mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Kecaman itu datang dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menilai tak sepantasnya kepolisian memperlakukan R demikian.
Selain menggunakan senjata api laras panjang, R dipajang menggunakan topeng saat konferensi pers pengungkapan kasus. Begitu juga saat gelar perkara yang menghadirkan R.
"Itu yang menjadi perhatian kita ya, karena ini juga sudah diawali dari menghadirkan anak dalam gelar perkara, itu juga sesuatu yang harus dikoreksi oleh pihak kepolisian," ujar Ketua KPAI Ai Maryati, Minggu (2/7/2023).
Baca juga: Polisi Pegang Senjata di Samping Siswa Pembakar Sekolah Saat Konpers, Irwasum Diminta Turun Tangan
R (14) siswa kelas VII SMPN 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, membakar sekolahnya sendiri pada Selasa (27/6/2023) dini hari.
Diberitakan Kompas.com, Jumat (30//2023), R merasa sakit hati karena sering menerima bullying atau perundungan dari teman-temannya sehingga nekat membakar sekolahnya.
"Motif dari pelaku adalah, pelaku merasa sakit hati karena sering di-bully oleh teman-temannya. Rasa sakit hati, akumulasi ini maka dia merencanakan untuk membakar sekolah," ujar Kapolres Temanggung AKBP Agus Puryadi.
R mengaku sering diejek menggunakan nama orangtuanya dan dikeroyok.
Adapun lokasi pembakaran sekolah berada di ruang kelas IX dan 2 lainnya di gudang prakarya.
Atas perbuatannya, R dijerat Pasal 187 Ayat 1 Huruf e KUHP lantaran ia secara sengaja membakar sekolahnya sendiri yang membahayakan khalayak umum.
R terancam hukuman 6 tahun penjara atau setengah dari hukuman maksimal terkait pembakaran yang melibatkan orang dewasa.
Kendati demikian, R tidak ditahan dan dikembalikan kepada orangtuanya serta diharuskan wajib lapor ke Polres Temanggung.
Kecaman juga datang dari pemerhati anak dan Eks Komisioner KPAI Retno Listyarti.
Dia menyebutkan, polisi yang mempertontonkan R sebagai pelaku pembakaran sekolah melanggar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun 2012.
Baca juga: Siswa Bakar Sekolah di Temanggung, Ini Kata Lembaga Perlindungan Anak Indonesia
Tidak hanya UU SPPA, menurut Retno, kepolisian bisa melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Saya menduga kuat polisi tidak memahami UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan tidak paham konvensi hak anak terutama tentang prinsip kepentingan terbaik bagi anak," ujar Retno melalui pesan singkat, Minggu (2/7/2023).
"Apa yang dilakukan pihak kepolisian berpotensi kuat melanggar UU SPPA dan UU Perlindungan Anak," kata dia.
Retno mengatakan, meski pelaku melakukan tindak pidana perusakan, R masih berusia 14 tahun dan tidak seharusnya polisi menampilkannya dalam konferensi pers.
"Apalagi didampingi polisi dengan senjata laras panjang, padahal Ananda R tidak akan mampu melarikan diri dan melawan aparat," ucap Retno.
Baca juga: Bullying Picu Siswa SMP di Temanggung Bakar Sekolah, Jadi Tersangka, Disebut Kepsek Caper
Retno mengatakan, dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA di Pasal 19 Ayat 1 disebutkan, identitas anak, anak korban, dan atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
"Adapun Ayat (2) merinci apa saja yang merupakan Identitas anak, sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orangtua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban, dan/atau anak saksi," ucap Retno.
Selain itu, ia meminta Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri turun tangan atas tindakan anak buahnya yang dinilai tak sesuai aturan itu.
Retno mengatakan, Irwasum sepantasnya turun tangan karena tindakan kepolisian temanggung sudah melanggar Undang-ndang yang berlaku.
"Saya sebagai pemerhati anak dan Komisioner KPAI periode 2017-2022 mendorong pihak terkait seperti Irwasum Polri dan Kompolnas dapat bertindak sesuai kewenangannya," ujar Retno.
"Untuk menyelidiki dugaan pelanggaran UU PA dan UU SPPA yang dilakukan oleh kepolisian," kata dia.
Selain itu, KPAI mendorong agar penyelesaian kasus R bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif sesuai dengan mandat UU SPPA.
"Dilihat dari usia memang demikian (didorong untuk restorative justice), ini usia 14, jadi karena kita patuh pada undang-undang, bukan pada kenalakan luar biasa dan lain-lain. Kita terpimpin oleh undang-undang," ucap Ai.
Baca juga: KPAI Minta Polisi Kedepankan Restorative Justice dalam Kasus Siswa Bakar Sekolah di Temanggung
Ai meyakini Polres Temanggung yang menangani kasus itu sudah menguasai aturan terkait SPPA dan akan mengikuti langkah yang diperintahkan undang-undang.
"Saya yakin juga Polri mempelajari SPPA tersebut untuk mengikuti aturan yang ada," tutur dia.
Di sisi lain, KPAI meminta kepada semua pihak untuk memberikan dukungan pertanggungjawaban situasi terhadap pelaku.
Saat ini, ucap Ai, pihak yang paling bertanggung jawab yaitu orangtua, keluarga, sekolah dan masyarakat.
"Kemudian selebihnya kita lakukan praktik preventif (pencegahan) terhadap bully di sekolah," kata Ai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.