JAKARTA, KOMPAS.com - Gas air mata yang digunakan aparat kepolisian dalam tragedi Kanjutuhan 1 Oktober 2022 disebut masuk dalam kualifikasi gas beracun.
Hal itu diungkap dalam buku hasil riset yang disusun Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) bersama aliansi masyarakat sipil untuk reformasi kepolisian.
"Komponen gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan masuk dalam kualifikasi gas beracun dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia," tulis hasil riset, dikutip Kompas.com, Jumat (30/6/2023).
Riset itu menyebut, dalam konteks hukum di Indonesia, penggunaan dan larangan penggunaan bahan kimia sebagai senjata diatur dalam Undang-Undang 9/2008.
Dalam aturan itu disebutkan secara detail mulai dari penggolongan, ketentuan pemakaian, hingga hukuman pidana apabila bahan itu digunakan tidak sesuai dengan ketentuan.
"Dalam konteks tragedi Kanjuruhan, temuan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) menyebutkan bahwa ada penggunaan bahan kimia secara serampangan yang digunakan oleh kepolisian untuk melakukan pengendalian masa," tulis riset tersebut.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Jadi Sorotan dalam Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2023
Ada lima jenis gas yang disebut sebagai gas air mata yang dilontarkan dalam peristiwa tersebut, yaitu bromobenzyl cyanide (BBC), chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidene malononitrile (CS), chloropcrin (CP) dan dibenzoxazipine (CR).
"Dalam kualifikasi UU Nomor 9 Tahun 2008, gas jenis CP merupakan kategori bahan kimia beracun," tulis laporan tersebut.
Tragedi Kanjuruhan merupakan tragedi sepakbola di Indonesia yang merenggut 134 korban jiwa akibat lontaran gas air mata petugas kepolisian.
Tragedi itu terjadi ketika laga Persebaya versus Arema Malang di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022.
Baca juga: Laptah Komnas HAM, Kasus Sambo dan Kanjuruhan Perlihatkan Kegagalan Reformasi Kepolisian
Usai laga berakhir, beberapa supporter Arema turun ke tengah lapangan. Kemudian para supporter dihujani tembakan gas air mata oleh petugas.
Termasuk para penonton yang masih berada di atas tribun, turut dihujani tembakan gas air mata sehingga penonton panik ingin keluar stadion.
Nahas beberapa pintu stadion terkunci menimbulkan kepanikan yang lebih besar. Banyak diantara penonton kemudian meninggal dunia akibat peristiwa itu.
Lima terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan telah menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/3/2023).
Baca juga: Aremania dan Keluarga Korban Buat Petisi Tolak Renovasi Stadion Kanjuruhan
Lima terdakwa itu, yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, mantan Danki Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, mantan Security Officer Suko Sutrisno, dan mantan Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC Abdul Haris.
Dari lima pelaku yang diadili, dua pelaku lainnya divonis bebas yaitu Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya divonis ringan yaitu Hasdarman dengan penjara 1 tahun 6 bulan.
Baca juga: KY: Pemantauan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Kasus Kanjuruhan Masih dalam Tahap Verifikasi
Kemudian Suko Sutrisno divonis 1 tahun, dan Abdul Haris mendapat vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.