Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus Trump, Perludem Minta KPU Atur Transparansi Iklan Politik di Medsos

Kompas.com - 28/06/2023, 15:51 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bisa lebih inovatif menciptakan peraturan terkait kampanye di media sosial (medsos) jelang Pemilu 2024.

Perludem mengungkit tingginya belanja iklan politik di media sosial yang sudah dikucurkan para politisi saat ini.

Berdasarkan laporan Facebook, sejak 2020, sedikitnya sudah Rp 55 miliar belanja iklan terkait sosial politik dikucurkan ke platform media sosial milik Mark Zuckerberg itu.

Baca juga: Baru 9 dari 24 Parpol yang Punya Rekening Kampanye Pemilu, PPATK: Harapannya Seluruhnya Tertib

Dalam 90 hari terakhir tahun 2023, miliaran rupiah juga sudah digelontorkan untuk belanja iklan yang mengatasnamakan sejumlah politikus kondang dan partai politik di Facebook.

Peneliti Perludem, Nurul Amalia Salabi khawatir, KPU tidak menangkap tantangan terkini dunia medsos yang sangat berpengaruh terhadap model kampanye saat ini.

"Inilah yang perlu diatur oleh KPU. Yang pertama adalah standar transparansi dan akuntabilitas iklan politik," ujar Amalia, Rabu (28/6/2023).

"Sudah banyak sekali uang dikeluarkan di luar masa kampanye (untuk iklan politik di medsos). Iklan politik itu berbahaya dan perlu ada standar transparansi," lanjutnya.

Baca juga: Wapres Harap Kampanye Pemilu 2024 Tak Ganggu Piala Dunia U-17

Bahaya ini sudah dirasakan publik melalui fenomena "buzzer" yang memanipulasi opini publik.

Amalia menyinggung bahwa para peserta pemilu di dunia sudah melirik iklan politik di medsos karena algoritma setiap platform menawarkan iklan tersebut bisa mencapai sasaran/target khalayak yang dikehendaki.

Ini tentu merupakan pilihan yang lebih menjanjikan ketimbang sekadar memasang banner, baliho, atau spanduk di luar ruang.

Amalia menyinggung kasus propaganda/kampanye yang digunakan eks Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ketika ia maju kontestasi sebagai calon presiden (capres) Partai Republik melawan capres Partai Demokrat, Hillary Clinton pada 2016 silam.

Baca juga: Koalisi Sipil Minta Bawaslu Buat Kode Etik Kampanye di Medsos 

Kemenangan Trump, sebagaimana banyak dilaporkan media internasional, ditopang oleh strategi kampanye di medsos yang kontroversial melalui Cambridge Analytica.

"Itu lah kenapa pemilu di Amerika Serikat, Trump bisa menang dengan ada strategi khusus dalam memanipulasi konten yang mau dia bawa ke pemilih," kata Amalia.

"Trump itu ada konten-konten ke pemilih Demokrat enggak usah memilih karena suaranya Hillary Clinton sudah tinggi. Itu lah kenapa pemilih Demokrat tidak datang ke TPS dan itu memang (hasil) iklan pemilu yang bertarget," ia menjelaskan.

Amalia menyayangkan bahwa isu strategis dalam rancangan peraturan KPU terkait kampanye di medsos tak menjangkau isu ini.

Baca juga: Blusukan di Jakut, Ganjar Diberi Warga Baju Kotak-kotak Bekas Kampanye Jokowi-Ahok

Dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi II DPR RI bulan lalu, KPU hanya menyampaikan soal rencana menambah jumlah akun yang dapat didaftarkan peserta pemilu untuk kampanye di medsos, dari 10 menjadi 20.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com