JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI-P Masinton Pasaribu menilai kekhawatiran munculnya dinasti politik lewat periodisasi masa jabatan ketua umum partai politik (parpol), tidak relevan untuk dijadikan alasan menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, negara justru tidak boleh mencampuri terlalu dalam soal kedaulatan partai politik atau pun organisasi kemasyarakatan.
"Dinasti politik itu bukan datang dari periodisasi jabatan ketua umum partai politik, ya kan. Dinasti politik itu di daerah-daerah bukan ketua umum juga banyak melahirkan dinasti keluarga-keluarga yang terjun di politik atau kepala daerah dan lain-lain. Jadi bukan itu soal sumbernya," kata Masinton di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Singgung Hubungan Megawati ke Jokowi
Masinton lantas mengungkapkan, sejumlah kekhawatiran jika negara masuk terlalu dalam pada ranah parpol.
Ia mengatakan, ketakutannya bahwa parpol tidak lagi memiliki ciri khas lantaran diatur untuk seragam oleh negara.
"Ya ciri khas, karakter, ciri khas dari masing-masing organisasi akan jadi seragam. Padahal kan organisasi di masyarakat itu, baik partai politik, ormas (organisasi massa), organisasi profesi kan masing-masing punya ciri dan karakter masing-masing gitu loh," ujarnya.
"Misal, contoh PDI Perjuangan enggak bisa disamakan dengan partai politik lainnya gitu loh," kata Masinton lagi.
Baca juga: Aturan Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat ke MK, Demokrat: Tidak Semuanya Diatur Negara
Kemudian, Masinton mengungkapkan, bagaimana mekanisme pemilihan ketua umum (ketum) di PDI-P.
Menurut Masinton, justru bukan Megawati Soekarnoputri yang ingin terus menerus menjadi Ketua Umum PDI-P.
"Bu Mega justru yang dicalonkan gitu loh yang diinginkan oleh anggota PDI Perjuangan atau grassroot-nya PDI Perjuangan," ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Masinton juga mengungkapkan kekhawatirannya jika negara terlalu mencampuri urusan parpol atau ormas.
"Ini menurut saya itu tadi, relevansinya itu menurut saya, ya tidak relevan negara mengatur aturan tentang masing-masing, kedaulatan masing-masing organisasi yang satu sama lain karakteristiknya berbeda-beda," katanya.
Baca juga: 300 Bacaleg Terdaftar Ganda, Perludem Nilai Bukti Lemahnya Rekrutmen Parpol
Diberitakan sebelumnya, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik digugat ke MK oleh warga Nias bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta bernama Saiful Salim.
Keduanya berharap, MK mencantumkan syarat masa jabatan ketua umum parpol maksimum dua periode dalam beleid itu. Sebab, selama ini tidak ada pembatasan masa jabatan ketua umum dalam aturan tersebut.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," tulis Eliadi dan Saiful lewat berkas permohonannya, dikutip dari laman resmi MK, Senin (26/6/2023).