PIDIE, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat jalur yudisial dan non-yudisial bisa berjalan bersamaan.
Hal itu dikatakan Presiden usai kick off penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumoh Geudong, Aceh, Selasa (27/6/2023).
“Saya kira dua-duanya bisa berjalan, tetapi kita ingin yang non-yudisial, yang bisa kira-kira langsung kita selesaikan,” kata Jokowi kepada awak media.
Baca juga: Kepada Jokowi, Dua Eksil Peristiwa 1965 Ceritakan Pengalaman Saat Tak Bisa Pulang ke Indonesia
Sementara itu, Jokowi mengatakan, penyelesaian pelanggaran HAM berat lewat jalur yudisial bisa dilakukan apabila bukti-buktinya kuat.
“Komnas HAM menyampaikan ke Kejaksaan Agung, kemudian juga ada persetujuan dari DPR, nanti bisa berjalan,” ucap Jokowi.
Adapun Presiden Jokowi baru saja meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumoh Geudong, pada hari ini, Selasa.
Peluncuran dihadiri secara langsung maupun virtual oleh para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca juga: Jokowi: Pemerintah Akan Bangun Living Park di Rumoh Geudong Aceh
Menurut Jokowi, penyelesaian secara non-yudisial itu bertujuan memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM.
Selain itu, untuk memberikan atensi kepada para korban dan keluarga korban.
"Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran ham berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi korban dan keluarga korban," kata Jokowi.
"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, pada Januari 2023, ia telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Baca juga: Lembaga Pemerintah dan Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Rumoh Geudong Diratakan
Kepala Negara pun menyatakan bahwa peluncuran program menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali pada masa datang.
Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang dimaksud antara lain:
1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.