Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin mengatakan, perataan Rumoh Geudong adalah kejahatan terhadap upaya pengungkapan kebenaran.
Baca juga: Hari Ini, Jokowi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Aceh
Mariana mengatakan, negara berpihak untuk membuat pengadilan HAM. Tetapi, di sisi lain justru menghilangkan bukti pelanggaran HAM, yaitu Rumoh Geudong.
"Artinya ini, bahwa itu (perusakan Rumoh Geudong) adalah tindak kejahatan tanda kutip terhadap usaha kita mengungkap kebenaran," ujarnya.
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat menyebut akan melakukan sidak terkait peristiwa itu.
Ia juga menyayangkan adanya perataan situs sejarah pelanggaran HAM berat tersebut yang dilakukan oleh Pemda setempat.
"Nanti dengan kewenangan kita sebagai (Ombudsman) bisa sidak dan lain-lain, nanti orang-orang kita secara (aturan) Ombudsman mengikuti proses (pengungkapan) di sana," kata Jemsly.
Baca juga: Rumoh Geudong, Lokasi Terjadinya Pelanggaran HAM Berat di Aceh, Diratakan Jelang Jokowi Datang
Suara kontra terkait perataan Rumoh Geudong juga datang dari koalisi masyarakat sipil dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli HAM.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari LSM Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Masyarakat (Paska) Aceh, Farida Haryani mengatakan, penghancuran tersebut menegaskan pemerintah bertelinga tebal terhadap suara-suara para korban.
"Penghancuran ini sangat merendahkan martabat korban dan masyarakat setempat. Suara mereka telah diabaikan dalam proses (penghancuran) ini," ujar Farida.
Begitu juga dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) yang mengatakan perataan itu sebagai bentuk penghancuran alat bukti kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan negara.
"Alih-alih pemulihan korban berbalut non-yudisial, Pemerintah justru menghancurkan alat bukti pidana pelanggaran HAM Berat untuk kepentingan yudisial," kata Julius.
Julius mengatakan, tindakan penghancuran Rumoh Geudong menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
"Ini kejahatan baru yang dilakukan negara untuk menutupi kejahatan lama," ujarnya.
Baca juga: Komnas Perempuan: Penghancuran Rumoh Geudong Kejahatan terhadap Upaya Mengungkap Kebenaran
Amnesty Internasional juga turut menyoroti tingkah laku Pemda Pidie tersebut.
Direktur Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, penghancuran situs tersebut menjadi pertanyaan besar keseriusan Indonesia menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.