JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut blokir rekening anaknya.
Hal tersebut disampaikan Lukas melalui kuasa hukumnya, Petrus Selestinus dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).
Lukas menjalani sidang sebagai terdakwa dugaan penerimaan hadiah terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua.
Baca juga: Jaksa Minta Majelis Hakim Tolak Keseluruhan Eksepsi Lukas Enembe
Mulanya, Majelis Hakim menanyakan apakah ada yang ingin ditanggapi Lukas terkait tanggapan atas eksepsi yang dibacakan oleh Jaksa KPK.
Karena Lukas tidak bisa bicara lancar karena kondisi kesehatan dan terserang stroke, Petrus meminta izin untuk membacakan apa yang ingin disampaikan oleh Lukas.
"Beliau dalam keadaan sakit dan Beliau berkeberatan sehubungan dengan pemblokrian rekening anaknya yang membuat dia (anak Lukas) tidak bisa mengikuti pendidikan," ujar Petrus di ruang sidang
Petrus juga menyebut KPK telah menyita paspor anak Lukas sehingga tak bisa melanjutkan studi ke luar negeri.
"Karena itu menyangkut pendidikan anaknya yang sekarang tertunda karena untuk bepergian ke tempat di mana dia kuliah itdak bisa karena paspornya diblokir dan rekeningnya pun diblokir," ujar dia.
Baca juga: Kaki Lukas Enembe Terlihat Bengkak Saat Sidang Tanggapan Jaksa atas Eksepsi
Hakim kemudian meminta agar catatan yang dibacakan Petrus yang disebut dari keinginan Lukas itu diserahkan kepada Majelis Hakim.
"Nanti kami akan pelajari ini, kan masih dalam tahap pembuktian ya," ucap Hakim.
Hakim kemudian berharap agar semua yang berada di ruang sidang, termasuk Lukas Enembe yang disebut dalam keadaan sakit bisa kembali sehat.
Kemudian Hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan Senin (26/6/2023) pekan depan dengan agenda pembacaan putusan sela.
Setelah persidangan, Petrus memberikan beberapa poin tulisan yang ingin disampaikan Lukas Enembe ke Majelis Hakim.
Selain meminta blokir rekening anaknya dicabut, Lukas menegaskan berkali-kali bahwa dirinya dalam keadaan sakit.
Sebanyak tiga kali dalam catatan tersebut Lukas menyebut dirinya dalam keadaan sakit dan meminta agar penahanannya dialihkan menjadi tahanan kota.
"Saya sebenarnya tidak layak untuk disidangkan selama sakit, karena itu saya mohon dialihkan penahanan saya minimal jadi tahanan kota, agar saya dapat lebih bebas berobat, tanpa tekanan dari KPK," kata Lukas dalam surat yang diberikan kuasa hukumnya.
Dalam perkara ini, jaksa KPK menduga uang puluhan miliar diterima Lukas Enembe bersama mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Kael Kambuaya dan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Gerius One Yoman.
"Menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350,00," papar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaannya.
Baca juga: Keluhkan Sakit, Lukas Enembe: Seandainya Saya Mati, yang Bunuh KPK!
Jaksa menduga, hadiah dengan total Rp 45,8 miliar itu diberikan agar Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua bersama anak buahnya Mikael Kambuaya dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua tahun anggaran 2013-2022.
Gratifikasi yang diterima Lukas Enembe berasal dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui perantara bernama Imelda Sun.
Jaksa juga menyampaikan, uang puluhan miliar yang diduga diterima oleh Lukas Enembe berasal dari dua pihak. Pertama, sebesar Rp l0.413.929.500 dari Piton Enumbi.
Piton merupakan Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia; PT Lingge-Lingge; PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Baca juga: Bacakan Eksepsi, Lukas Enembe: Saya Difitnah, Dizalimi, dan Dimiskinkan
Selain itu, Gubernur nonaktif Papua itu juga menerima dana sebesar Rp 35.429.555.850 dari Rijatono Lakka, Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua, dan pemilik Manfaat CV Walibhu.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," papar Jaksa KPK.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.