Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moh. Suaib Mappasila
Staf Ahli Komisi III DPR RI / Konsultan

Sekjen IKAFE (Ikatan Alumni Fak. Ekonomi dan Bisnis) Universitas Hasanuddin. Pemerhati masalah ekonomi, sosial dan hukum.

Mencermati Putusan MK tentang Sistem Pemilu

Kompas.com - 22/06/2023, 12:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KAMIS, 15 Juni 2023, Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa gugatan terintegrasi dengan No. 114/PPU/XX/2022 yang menyoal Pasal 168 ayat (2) tentang Sistem Pemilu, ditolak untuk seluruhnya.

Dengan demikian, sistem yang akan digunakan Indonesia dalam Pemilu 2024 adalah tetap, yaitu Sistem Proporsional Terbuka.

Substansi pertimbangan Mahkamah adalah implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.

Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan, dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.

Selain itu, menurut MK, asas Pasal 1 ayat (2) yang diamanatkan UUD 1945, yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar", adalah lebih dekat pemaknaannya dengan sistem proporsional terbuka daripada sistem proporsional tertutup.

Lagi pula, menurut MK, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.

Final dan Binding

Putusan MK bersifat Final dan mengikat. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Frasa “putusannya bersifat final” menegaskan bahwa sifat putusan MK adalah langsung dapat dilaksanakan. Sebab, proses peradilan MK merupakan proses peradilan yang pertama dan terakhir.

Dengan kata lain, setelah mendapat putusan, tidak ada lagi forum peradilan yang dapat ditempuh. Dengan demikian, putusan MK juga tidak dapat dan tidak ada peluang untuk mengajukan upaya hukum dan upaya hukum luar biasa, yang oleh karena itu bersifat mengikat.

Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksana Pemilu, bisa langsung menyesuaikan peraturan pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional terbuka.

Namun demikian, merujuk pada proses penyelenggaraan pemilu tahun 2019 lalu, sistem proporsional terbuka memiliki sejumlah kelemahan, khususnya dalam manajemen pengorganisasian dan teknis pelaksanaan pemilu.

Sebagai catatan, Pemilu terbesar di dunia adalah pemilu di India, dengan daftar pemilih pada Pemilu 2019 di India mencapai 830 juta dari 1,2 miliar penduduk.

Namun karena India adalah negara federal yang mengadopsi bentuk pemerintahan parlementer, pemilu di India hanya pemilu legislatif di tingkat federal dan negara bagian yang diselenggarakan dalam 30 hari.

Akan tetapi, pemilu terbesar di dunia yang diselenggarakan dalam satu hari adalah pemilu Indonesia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com