Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat MK Disebut sebagai Mahkamah Keluarga dan Mahkamah Kontroversial...

Kompas.com - 14/06/2023, 23:45 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai memberikan putusan kontroversial akhir-akhir ini, seperti putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Koalisi Masyarakat Sipil dari Perempuan Indonesia Anti Korupsi Elis Nurhayati mengatakan, putusan MK tersebut membuat kepercayaan masyarakat menurun terhadap lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu.

"Menurunnya kepercayaan tersebut karena ada upaya yang sistematis terhadap pelemahan KPK dan Mahkamah Konstitusi," kata Elis dalam konferensi pers virtual penyampaian Maklumat untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (14/6/2023).

Oleh karenanya, Elis mengatakan, ada julukan baru untuk MK yakni Mahkamah Keluarga.

Baca juga: Jokowi Ngopi Bareng Ketua MK, Panglima TNI hingga Sandiaga Uno Usai Buka Jakarta Fair 2023

"Yang kini untuk MK itu kepanjangannya bukan lagi Mahkamah Konstitusi, ada yang mempelesetkannya itu menjadi Mahkamah Keluarga. Anda tentu tahu mengapa," ujarnya.

Sindiran terkait MK juga dilayangkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto dalam acara yang sama.

"Dalam bidang ketatanegaraan kita punya MK, tetapi Mahkamah Konstitusi yang disingkat MK seperti menjelma jadi Mahkamah Kontroversial, bahkan banyak diragukan integritas dan kredibilitasnya," kata Sigit.

Sigit lantas menilai bahwa keputusan MK yang dihasilkan saat ini bukan menjadi berita baik dan harapan bagi warga.

"Tetapi justru mengundang polemik, kritik, bahkan kekhawatiran plus hakim MK bermasalah dari segi etik dan integritas," ujarnya.

Baca juga: Besok Putusan Sistem Pemilu Dibacakan, PAN: Sejarah Akan Menguji MK, Apakah Masih Miliki Nurani

Dalam acara tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil memberikan delapan Maklumat yang ditunjukan kepada Presiden Jokowi.

Dalam Maklumat tersebut, Jokowi diminta menolak keputusan MK untuk menambah masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun, dan membentuk panitia seleksi pimpinan KPK.

Kedua, memberhentikan pimpinan KPK bermasalah.

Ketiga, meminta Jokowi tidak melakukan intervensi yang mempengaruhi independensi lembaga Yudikatif.

Kemudian, meminta Jokowi netral dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. Kelima, tidak menggunakan KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk kepentingan politik.

Keenam, membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja. Ketujuh, menolak kriminalisasi terhadap aktivis.

Terakhir, meminta MK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjaga independensi di tahun politik.

Baca juga: Denny Indrayana: Semoga Putusan MK soal Sistem Pemilu Tak Untungkan Kubu Politik Tertentu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com