Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rijatono Lakka Tegaskan Uang Rp 1 Miliar yang Dianggap Suap adalah Milik Lukas Enembe

Kompas.com - 09/06/2023, 18:37 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa ia telah menyuap Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe sebesar Rp 1 miliar.

Hal itu disampaikan Rijatono Lakka dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan tim penasihat hukumnya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2023).

Dalam pleidoinya, kubu Rijatono Lakka menilai, uraian dan bukti mengenai tuduhan pemberian uang kepada Lukas Enembe sebesar Rp 1 miliar menjadi perdebatan sejak tahap penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sampai ke dengan ke persidangan.

“Apakah benar uang sejumlah Rp 1 miliar tersebut milik terdakwa Rijatono Lakka ataukah justru uang tersebut memang benar milik saksi Lukas Enembe?” papar tim Panasihat Hukum Rijatono Lakka.

Baca juga: Pengacara Kaget Tumpukan Berkas Perkara Lukas Enembe Sampai 1 Meter

Kubu terdakwa penyuap Lukas Enembe ini menyebutkan, tidak ada satu pun fakta yang terungkap di muka persidangan baik dari keterangan saksi, bukti surat dari JPU KPK yang bisa membuktikan uang Rp 1 miliar itu adalah milik Rijatono Lakka.

Bahkan, mereka menilai, secara faktual dan terkonfirmasi sendiri oleh Lukas Enembe saat dihadirkan sebagai saksi, uang Rp 1 miliar yang disebut Jaksa KPK suap adalah uang pribadi Gubernur Papua itu.

“Dari fakta tersebut ternyata JPU telah gagal membuktikan dakwaannya mengenai suap sejumlah Rp 1 miliar oleh terdakwa Rijatono Lakka kepada saksi Lukas Enembe selaku Gubernur Papua,” ungkap tim penasihat hukum.

Baca juga: Lukas Enembe Segera Disidang, Akan Didakwa Terima Uang Panas Rp 46,8 Miliar

Tak hanya itu, mereka juga mengeklaim, tidak satu pun saksi yang mengetahui asal usul uang tersebut sebagai milik Rijatono Lakka, termasuk Frederik Banne selaku staf PT Tabi Bangun Papua yang disebut sebagai perantara suap oleh Jaksa KPK.

Bahkan, saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan juga baru mengetahui adanya uang Rp 1 miliar tersebut pada saat penyelidikan atau penyidikan di KPK RI.

Sementara itu, berdasarkan keterangan Lukas Enembe di muka persidangan ini yang saling bersesuaian dengan keterangan Rijatono Lakka, terungkap bahwa uang tersebut adalah uang milik Lukas Enembe yang disimpan di rumahnya di Gedung Negara.

“Pada saat itu saksi Lukas Enembe sedang berada di Jakarta karena sakit, maka saksi meminta terdakwa untuk mengambilnya uang dari rumahnya dan selanjutnya menyetorkannya ke rekening bank atas nama saksi Lukas Enembe,” kata tim penasihat hukum Rijatono Lakka.

“Tidak ada saksi atau surat bukti yang diajukan oleh JPU yang dapat membantah fakta yang terungkap dari keterangan saksi Lukas Enembe tersebut,” imbuhnya.

Dalam kasus ini, Rijatono Lakka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama jaksa penuntut umum.

Jaksa KPK menilai, Rijatono terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Direktur PT Tabi Bangun Papua itu pun dituntut oleh Jaksa KPK berupa pidana selama 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com