BANYAK orang khawatir dan gelisah, perbedaan identitas dalam masyarakat dipertajam, dikapitalisasi, dan diamplifikasi untuk kepentingan elektoral pada pemilu 2024.
Rasanya, ini yang mendorong Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhamadiyah dengan tegas menolak politik identitas pada pemilu 2024 (Kompas, 25 Mei 2023).
Politisasi identitas menjadi fenomena di banyak negara demokrasi. Amerika di bawah kepemimpinan Donald Trump menglorifikasi white supremacy.
Emmanuel Macron beberapa kali mengamplifikasi phobia sebagian masyarakat Perancis terhadap Islam.
Di Malaysia, narasi segregatif antara penduduk Melayu dan non-Melayu viral di media sosial pada pemilu 2022 lalu.
Jika politik dimaknai sebagai upaya mewujudkan kebaikan bersama, maka kerja politik tidak bisa lepas dari identitas.
Mengapa? Sebab dalam hidup bersama, kelompok-kelompok identitas aspirasinya berbeda. Bukan hanya berbeda, aspirasi tiap kelompok bisa bertolak belakang juga. Sebut saja perbedaan kepentingan buruh dan pengusaha.
Pengusaha ingin laba sebanyak-banyaknya, sementara buruh ingin gaji seringgi-tingginya. Entah memperjuangkan aspirasi buruh, pengusaha atau kompromi antara keduanya, kerja politik perlu kejelasan: kelompok identitas mana yang aspirasinya diperjuangkan. Tanpa kejelasan identitas politik, kerja partai politik atau politisi sulit dievaluasi.
Jika politik dimaknai sebagai upaya pragmatis: who get what, when and how, maka tindakan politik selalu mengandaikan perlunya identifikasi siapa kelompok pendukung, siapa yang tidak mendukung, siapa yang aspirasinya mengambang.
Mengetahui “siapa” mensyaratkan penegasan dan rekognisi identitas tiap kelompok.
Maka, identitas adalah hal yang tak terpisahkan dalam demokrasi (Amy Gutmann, 2011). Jika tidak ada kepelbagaian identitas dan aspirasinya, maka tidak ada kontestasi dalam demokrasi.
Bahkan dalam identitas yang dianggap homogen, terdapat kepentingan atau aspirasi yang beragam.
Aspirasi umat Kristen di Menado berbeda dengan aspirasi umat Kristen di Banten terkait keberadaan gereja.
Karena identitas tidak bisa dibuang bahkan penting untuk menentukan aspirasi kelompok mana yang hendak diperjuangkan, maka partai dan kerja politik perlu merekognisi identitas dan memperjuangkan aspirasinya. Ini yang disebut identitas politik atau politik yang beridentitas.
Demokrasi ada untuk menjamin, perbedaan aspirasi tiap kelompok identitas adalah sah untuk diperjuangkan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.