Muara pemilu-salah satunya-untuk mewujudkan kedaulatan ekonomi rakyat, bukan sekadar praktik mengganti kekuasaan, wakil rakyat, dan anggota DPD.
Sayang, hingga hari ini ruang publik kita didominasi oleh narasi persaingan antarkandidat capres dan koalisi pendukungnya yang miskin identitas dan nir gagasan.
Nama-nama koalisi partai politik menjelaskan hal tersebut. Partai Nasdem, PKS, dan Demokrat menamainya Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Golkar dan PAN menyebutnya dengan Koalisi Indonesia Bersatu dan Gerindra memakai nama Koalisi kebangkitan Indonesia Raya.
Sementara itu, PDI-P yang berkoalisi dengan PPP, memframing capresnya sebagai penerus Jokowi.
Dari nama-nama koalisi terlihat kalau partai politik cenderung sama dan mengulang-ngulang jargon tentang persatuan, kebangkitan Indonesia atau sekadar memanfaatkan momentum kepuasan publik kepada Jokowi.
Publik belum melihat gagasan tentang keberpihakan bagi rakyat kecil. Kalau pun ada narasi keberpihakan dari salah satu kandidat, narasinya cenderung manipulatif karena tidak berdasarkan data.
Kita belum mendengar bagaimana kandidat capres dan partai politik pendukungnya akan mewujudkan hutang kemerdekaan: keadilan sosial.
Masyarakat juga belum mendengar komitmen pemberantasan korupsi dan keberanian mereka menolak hegemoni oligarki dalam praktek politik di negeri ini.
Singkatnya, kontestasi politik yang sekarang terjadi masih miskin identitas dan gagasan. Kalau tidak ada perubahaan kerja politik dari para kandidat capres dan pendukungnya, kemungkinan besar mereka akan memainkan politik identitas. Padahal rakyat merindukan politik yang beridentitas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.