Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK

Kompas.com - 02/06/2023, 06:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan hakim konstitusi dua periode, I Dewa Gede Palguna, menilai bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) semestinya tidak menerima permohonan perkara terkait konstitusionalitas sistem pemilu tertentu.

Menurutnya, pandangan itu merupakan pandangannya dan para hakim konstitusi periode 2003-2008, sebelum majelis hakim konstitusi era kepemimpinan Mahfud MD pada 2008-2013 justru memutus perkara berkaitan sistem pemilu.

"Sebelum putusan (era) Pak Mahfud, kami hakim konstitusi berpandangan bahwa persoalan sistem pemilu adalah persoalan legal policy pembentuk undang-undang. Jadi MK tidak masuk ke wilayah itu, mana (sistem pemilu) yang konstitusional dan tidak," kata Palguna ketika dihubungi, Kamis (1/6/2023).

"Tapi, kalau mana yang dianggap lebih demokratis dan tidak, itu mungkin. Tapi tidak serta-merta (sistem pemilu) yang satu konstitusional dan yang lain tidak," ujarnya lagi.

Baca juga: Denny Indrayana Sebut Informasi Putusan MK soal Proporsional Tertutup Kredibel dan Patut Dipercaya

Sebelumnya, para pegiat pemilu mengaku khawatir jika gugatan terkait pasal tentang pemilu legislatif (pileg) sistem proporsional daftar calon terbuka di Undang-Undang (UU) Pemilu dikabulkan majelis hakim konstitusi.

Mereka khawatir sistem tersebut dikatakan inkonstitusional dan tak bisa lagi diterapkan di Indonesia karena bertentangan dengan UUD 1945.

Padahal, sistem pemilu merupakan sebuah opsi, yang penerapannya bergantung pada kecocokan iklim politik, sosial, dan budaya negara tersebut.

Palguna juga mengamini pendapat itu. Ia menjelaskan bahwa konstitusi tidak secara spesifik mengatur sistem pemilu.

Ia memberi contoh, Pasal 18 UUD 1945 hanya mengatur soal kepala daerah dipilih secara demokratis.

Apakah indikator demokratis itu diterjemahkan melalui pilkada langsung atau tak langsung melalui mekanisme perwakilan, itu merupakan ranah pembentuk undang-undang.

Baca juga: Golkar Siap Ambil Langkah Politik dan Hukum jika MK Putuskan Proporsional Tertutup

Oleh karenanya, menurut Palguna, terkait pasal tentang pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang bakal segera diputus MK, Mahkamah harus secara terang-benderang menjelaskan bahwa putusan itu tak serta-merta membuat sistem pemilu tertentu inkonstitusional.

"Harus disebutkan dalam pertimbangannya," kata Palguna.

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim konstitusi akan melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 atau gugatan terkait pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon terbuka yang saat ini diterapkan Indonesia.

Sidang pemeriksaan sudah rampung digelar pada Selasa pekan lalu.

RPH berlangsung secara tertutup di lantai 16 gedung MK dan hanya diikuti oleh sembilan hakim konstitusi dan beberapa pegawai yang disumpah untuk menjaga kerahasian putusan.

Halaman:


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com