Adang tak memungkiri, karakter disiplin turut membawa dirinya mencapai puncak karier sebagai Wakapolri. Nilai yang ditanamkan sang ayah itu sejalan dengan kultur yang mutlak dimiliki setiap anggota kepolisian, selain jujur dan tegas.
Baca juga: Pakar Sebut Reformasi Polri Tak Akan Pernah Selesai
Demikian pula soal hidup sehat. Setiap anggota polisi kala itu, tutur Adang, wajib memiliki kondisi tubuh ideal dan ramping.
Adang mengatakan, Polantas bak “etalase” Polri. Pasalnya, Polantaslah yang berhadapan langsung dengan masyarakat di jalan raya. Mereka wajib memiliki tubuh ideal agar lebih sigap bergerak melayani masyarakat.
"(Dulu itu) bila anggota Polantas didapati terlihat gemuk, langsung dimasukkan ke pusat pendidikan (pusdik) untuk pembentukan tubuhnya hingga kembali ideal dan ramping. Setelah itu, baru boleh kembali bertugas ke Polantas," kenang Adang.
Untuk diketahui, Adang memulai karier Polri sebagai Inspektur Polisi Tingkat II. Ia juga pernah menjabat sebagai Ajudan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Menhankam/Pangab) selama 3 tahun, serta Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Kebayoran Lama di Jakarta Selatan.
Baca juga: Soal Reformasi Polri, Anggota Komisi III Didik Mukrianto: Problem Ada di Reformasi Kultural
Dari banyak hal yang berkesan, salah satu yang ia ingat adalah saat dirinya menjabat sebagai Kapolsek Kebayoran Lama.
Saat itu, Adang merasakan betul bahwa profesinya amat beririsan dan dekat dengan masyarakat. Terlebih, menurutnya, tradisi guyub masyarakat di ibu kota kental terasa.
Berkat kultur guyub yang kuat di masyarakat, lanjut Adang, tugas polisi kala itu terasa lebih ringan ketimbang masa kini.
“Saat bertugas sebagai Kapolsek dan Wakapolres di Jakarta Selatan, hampir setiap hari (saya berkesempatan) bercengkrama di kantor (rukun tetangga atau) RT sembari ngopi. Saat itu masyarakat tak merasa takut berpapasan atau bertemu anggota polisi lantaran dinilai humanis membangun masyarakat mulai dari akar rumput,” tuturnya.
Baca juga: Kapolri Akui Program Reformasi Polri Belum Dipahami Merata hingga Polres-Polsek
Konsep polisi humanis juga pernah dipelajari Adang saat dirinya dipercaya untuk mewakili Polri melakukan studi banding di Jepang selama 3 bulan. Penugasan tersebut bertujuan untuk diterapkan di Indonesia. Konsep yang ia pelajari ini telah diterapkan di Tanah Air lewat program Perpolisian Masyarakat (Polmas).
Dalam konsep polisi humanis ala Jepang itu, imbuh Adang, setiap peristiwa di masyarakat yang bukan kategori tindak kriminal besar, dapat diselesaikan di level akar rumput, yakni RT.
“Misalnya, kasus anak dijitak sesama anak atau sandal hilang, penyelesaiannya (bisa) dituntaskan di level RT tanpa perlu melibatkan kepolisian,” kata Adang.
Pada saat ini program tersebut lebih dikenal dengan nama restorative justice.
Baca juga: Dukung Polri Tingkatkan Pelayanan, Anggota Komisi III Cucun Ahmad Dorong Pemekaran Polsek
Di kepolisian, karier Adang melenggang pesat. Perjalanan kariernya dilanjutkan saat ia dipercaya sebagai Kepala Sub Analisis dan Evaluasi Asisten Perencanaan Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya.
Ia juga sempat dipercaya sebagai Kepala Satuan Pengamanan Senjata Api dan Bahan Peledak Polda Metro Jaya, serta Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Barat (Jabar) pada 2000.