Memang, sebagai pimpinan Partai Golkar, Airlangga sangat mungkin membawa gerbong politik besar. Namun, daya tawar Muhaimin sebagai pimpinan PKB juga cukup menjanjikan.
Umam mengatakan, Prabowo sedianya butuh insentif elektoral dari kekuatan politik Islam. Kekuatan ini dapat menambal massa pendukung Prabowo yang hilang di Jawa Barat, Banten, dan Sumatera.
Selain itu, Menteri Pertahanan tersebut juga butuh penguatan suara di Jawa Timur, wilayah yang menentukan suara nasional.
Dibandingkan Golkar dan Airlangga, menurut Umam, kebutuhan Prabowo itu lebih dapat dipenuhi oleh PKB dan Muhaimin yang dekat dengan kelompok Nahdlatul Ulama (NU).
Apalagi, sejak lama Gerindra telah menyepakati koalisi bersama PKB. Jika pada akhirnya Prabowo justru memilih Airlangga, Muhaimin dipastikan bakal kecewa.
“Jika Gerindra akhirnya tidak bersama PKB, maka ia akan menanggung beban tudingan partai tidak etik, raja prank, dan tidak menghormati komitmen politik yang terbangun dalam koalisi selama ini,” ujar Umam.
Baca juga: Menerka Arah Koalisi Golkar Jelang 2024, Akankah 2014 Terulang?
Menurut Umam, mungkin saja Muhaimin legawa jika Prabowo memilih Airlangga. Namun, harus ada kompensasi politik yang sepadan atas keputusan itu.
Jika tidak, Umam yakin PKB bakal mengingkari kesepakatan koalisi dengan Gerindra dan bermanuver ke poros politik lain.
“PKB mungkin keluar dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) sebagai bentuk protes keras terhadap perilaku Gerindra, untuk selanjutnya bisa berpeluang bergabung ke Koalisi Perubahan,” katanya.
Namun demikian, dosen Universitas Paramadina itu mengatakan, politik saat ini masih sangat cair. Mungkin saja Prabowo mempertimbangkan nama lain sebagai bakal cawapresnya selain Airlangga dan Muhaimin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.