Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus TPPO Tak Boleh Pakai "Restorative Justice", Mahfud: Penjahat Itu Lawannya Negara...

Kompas.com - 10/05/2023, 05:41 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

MANGGARAI BARAT, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta aparat penegak hukum di Indonesia tegas menindak pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Mahfud mengatakan, kejahatan serius termasuk TPPO tidak bisa diselesaikan secara damai atau menggunakan restorative justice (keadilan restoratif).

Menurutnya, restorative justice hanya bisa ditempuh untuk tindak pidana ringan, seperti fitnah, pencemaran nama baik, hingga berita bohong (hoax).

Hal ini diungkapkan Mahfud di media center KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (9/5/2023).

Baca juga: Mahfud Cerita Saat Sidak Sindikat TPPO, Sekali Kirim Bisa Ratusan Orang

"Tidak boleh. Sekali lagi, tidak boleh ada restorative justice atau penyelesaian damai di luar pengadilan terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang. Kita sekarang mengkampanyekan restorative justice, tetapi terhadap hal-hal yang ringan," kata Mahfud, Selasa malam.

Mahfud mengungkapkan, restorative justice tidak bisa diadopsi kepada pelaku TPPO meski korbannya sudah memaafkan.

Ia mengatakan, negara tidak boleh memaafkan tindak kejahatan trans nasional tersebut. Sebab, pelaku kejahatan TPPO adalah musuh negara yang harus dilawan bersama-sama dengan negara di kawasan Asia Tenggara.

"Di dalam hukum pidana itu meskipun korban memaafkan, negara tidak boleh memaafkan. Penjahat itu lawannya negara, bukan korban yang harus dia lawan, sehingga tidak tergantung pada pemaafan korban. Kecuali dalam tindak pidana ringan, itu boleh," ujar Mahfud.

Baca juga: Mahfud: Tidak Ada Restorative Justice untuk TPPO, Pelaku Harus Dihukum

Lebih lanjut, Mahfud juga menceritakan pengalamannya pernah melakukan sidak sindikat TPPO. Korban TPPO lintas negara tersebut dikirim secara massal, sekitar 100-200 orang dalam satu kali pengiriman.

Para korban dikirim dari Indonesia dengan paspor maupun surat keterangan yang tidak sesuai. Mereka pun masuk jalur ilegal sehingga sulit untuk dikontrol.

Selain dipekerjakan, para korban mendapat siksaan dan gajinya tidak dibayar.

"Gajinya enggak dibayar orangnya di siksa. Kalau mau pulang dimintain uang dulu dan sebagainya. Alasannya apa? Alasannya sudah bayar kepada agen yang ngirim. 'Kamu masih punya utang'. Nah ini yang banyak terjadi," kata Mahfud.

Baca juga: KTT Ke-42 ASEAN, Indonesia dan Negara-negara ASEAN Akan Kerja Sama Perangi TPPO

Diketahui, TPPO yang merupakan kejahatan trans nasional ini menjadi salah satu topik dalam Rapat Dewan Politik dan Keamanan ASEAN (APSC), pada Selasa (9/5/2023).

Lewat pertemuan tersebut, negara-negara ASEAN akan membuat komitmen bersama untuk bekerjasama memberantas TPPO. Hal ini bertujuan agar mampu menyelesaikan masalah sindikat TPPO dari hulu hingga hilir.

Apalagi, TPPO tidak hanya menghadirkan ancaman bagi perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di wilayah, tetapi juga menghambat proses pembangunan masyarakat.

Halaman:


Terkini Lainnya

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com