Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Bola Liar Lobi-lobi Koalisi Menuju Pemilu Presiden 2024

Kompas.com - 04/05/2023, 12:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaliknya, Partai Nasdem yang adalah salah satu partai pengusung Jokowi di pemilu sebelumnya, malah tak tampak dalam sejumlah pertemuan para tokoh wacana Koalisi Besar. 

Baca juga: Pengamat Duga Pertemuan Jokowi dan 6 Ketum Parpol Koalisi Bahas Nasib Nasdem

Menjadi semakin menarik bila dikulik lebih jauh bahwa Jokowi dalam sejumlah kesempatan sempat meng-endorse Prabowo dan Ganjar sekaligus sebagai sosok-sosok yang layak menjadi pemimpin nasional di periode berikutnya. 

Bagi sejumlah kalangan, penempatan diri Jokowi dalam lobi-lobi koalisi untuk suksesi mendatang punya banyak penafsiran. Namun, penafsiran yang paling jamak adalah soal legacy, walaupun ini juga punya aneka penerjemahan.

"Kalau (legacy) program kerja, terlalu absurd. Ganti pejabat saja biasa ganti program," ujar Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, Senin (24/4/2023), tentang tafsir orkestrasi Jokowi dalam wacana koalisi ini.

Menurut Umam, yang paling masuk akal adalah kepentingan untuk proteksi ketika Jokowi telah lengser keprabon alias tidak lagi menjadi Presiden Indonesia. 

"Mungkin saja Pak Jokowi takut dikuya-kuya (diperlakukan buruk, red) jika tak ada episentrum kekuasaan yang memproteksi," kata Umam. 

Umam melihat ini lebih ke persoalan martabat dan nama baik keluarga Jokowi pada masa mendatang. 

Perguliran wacana koalisi sejauh ini

Di luar wacana Koalisi Besar dan pengusungan Ganjar sebagai bakal calon presiden dari PDI-P, sudah lebih dulu ada tiga wacana lain koalisi. Dalam ketiga koalisi itu tak ada klaim dukungan dari PDI-P.

Yang pertama adalah Koalisi Perubahan, berisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Bermodal 163 kursi DPR (28,4 persen) dan 31,05 perolehan suara Pemilu Legislatif 2019, mereka berencana mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024.

Lalu, ada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Motornya adalah Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dengan modal 148 kursi di DPR (25,7 persen) dan 28,9 persen perolehan suara Pemilu Legislatif 2019, ada sederet nama yang konon siap dipinang, baik untuk bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden.

Di KIB antara lain ada Airlangga Hartarto dari Partai Golkar, Zulkifli Hasan dari PAN, dan belakangan Sandiaga Uno yang hengkang dari Partai Gerindra untuk bergabung ke PPP.

Wacana ketiga adalah Koalisi Indonesia Raya (KIR), dengan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai motornya. Berbekal 136 kursi di DPR (23,7 persen) dan 25,91 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019, mereka berencana mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024.

Di luar tiga wacana itu, muncul pula orkestrasi wacana Koalisi Besar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai orang di balik orkestrasi ini. Dalam wacana Koalisi Besar, partai yang dilibatkan adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.

Dengan komposisi itu, mereka memiliki bekal 284 kursi di DPR (49,4 persen) dan 54,1 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019. Penunjukan Ganjar menjadi bakal calon presiden dari PDI-P pun disebut menjadi bagian untuk mendorong partai ini bergabung dalam wacana Koalisi Besar.

Bila skenario ini benar terjadi maka modal Koalisi Besar pun melejit menjadi 412 kursi di DPR (71,7 persen) dan 78,48 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019.

Sejauh ini, deklarasi pengusungan Ganjar sebagai bakal calon presiden dari PDI-P di Pemilu Presiden 2024 baru mendatangkan kepastian dukungan dari PPP di antara partai pemilik kursi DPR. Dukungan lain yang sudah dideklarasikan barulah dari Partai Hanura dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tak punya kursi di DPR. 

Dari pemetaan awal berdasarkan wacana-wacana koalisi yang sudah ada, KIB hampir pasti terkoyak, meski masih punya cukup dukungan seandainya tetap hendak menjadi poros tersendiri, untuk sementara ini. Adapun posisi wacana Koalisi Perubahan dan KIR relatif tidak banyak riak hingga tulisan ini tayang. 

Baca juga: Setelah Bertemu Muhaimin, AHY Pastikan Demokrat Tetap di Koalisi Perubahan

Terus ikuti perkembangan lobi-lobi politik menjelang Pemilu 2024 ini, antara lain lewat tautan liputan khusus Menuju Pemilu 2024 di Kompas.com.


Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com