Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mukhijab
Dosen Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dr. Mukhijab, MA, dosen pada Program Studi Ilmu Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Intelektual Gagal Terapkan Sepakat dalam Perbedaan

Kompas.com - 27/04/2023, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENELITI Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin dan peneliti yunior BRIN Andi Pangerang Hasanuddin (AP Hasanuddin) keki dengan perbedaan metode hisab dan rukyat.

Thomas Djamaluddin, yang juga Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berpendapat, metode hisab ketinggalan zaman.

Kemudian dalam Faceboknya, dia mencela penggunaan metode hisab untuk menentukan 1 Syawal, sebagai bentuk ketidaktaatan ke pemerintah.

Sementara yuniornya lebih vulgar komentarnya hingga menyampaikan ancaman pembunuhan.

Thomas Djamaluddin mengakui, pandangan tentang metode hisab selalu diulang-ulang dalam beberapa kesempatan menjelang penentuan 1 Syawal. Tidak demikian dengan yuniornya, yang baru satu kali ikut nimbrung diskusi.

Kasus itu mengejutkan karena pembicaraan mereka tidak lagi pada ranah metode yang digunakan menentukan awal hari raya dalam Islam. Mereka masuk ke ranah politisasi hari raya.

Ini bisa dipahami dari komentar mereka tentang perilaku beragama penganut metode hisab, yang disebutnya sebagai pembangkang pemerintah.

Kesannya, mereka memahami perbedaan metode dan produk hukumnya seolah-olah suatu hal baru terjadi. Padahal masalah ini berlaku sejak ratusan sampai ribuan tahun, sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam.

Dalam dua dekade, perbedaan 1 Syawal terjadi beberapa kali, misalnya 1 Syawal 2006, 2007, dan 2011. Sebelum itu, perbedaan juga pernah terjadi, tetapi umat Islam yang menganut metode hisab dan rukyat bisa menerima dan tidak saling menghujat.

Saya ingin mendaur-ulang pemikiran Prof A. Mukti Ali tentang sepakat dalam perbedaan (agree in disagreement), dikaitkan dengan sikap antiperbedaan yang diekspresikan dua peneliti BRIN.

Pendiri program studi Ilmu Perbandingan Agama sekaligus guru besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu, menggagas pemikiran sepakat dalam perbedaan sebagai ajakan agar umat beagama berpikir logis untuk mencapai kerukunan antarumat beragama.

Setiap agama terdapat perbedaan cara pandang terhadap ajaran tertentu, dan itu sebagai kenyataan, tetapi antaragama juga terdapat persamaannya. Sikap saling menghormati perbedaan akan mendorong kerukunan antarpemeluk agama.

Jargon sepakat dalam perbedaan yang dikenalkan oleh Menteri Agama periode 11 September 1971 – 29 Maret 1978, relevan dengan kondisi aktual saat ini.

Sepakat dalam perbedaan antarumat lintas keyakinan, bisa diadopsi dalam konteks sepakat berbeda di internal umat beragama Islam dalam metode menentukan 1 Syawal.

Komunitas umat Islam yang berafiliasi pada ormas Islam Muhammadiyah, NU, dan ormas lain penting membudayakan sikap saling mengerti, memahami, dan menerima perbedaan pandangan perihal teknis keberagamaan, berkaitan penentuan hari raya agama Islam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com