Salin Artikel

Intelektual Gagal Terapkan Sepakat dalam Perbedaan

Thomas Djamaluddin, yang juga Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berpendapat, metode hisab ketinggalan zaman.

Kemudian dalam Faceboknya, dia mencela penggunaan metode hisab untuk menentukan 1 Syawal, sebagai bentuk ketidaktaatan ke pemerintah.

Sementara yuniornya lebih vulgar komentarnya hingga menyampaikan ancaman pembunuhan.

Thomas Djamaluddin mengakui, pandangan tentang metode hisab selalu diulang-ulang dalam beberapa kesempatan menjelang penentuan 1 Syawal. Tidak demikian dengan yuniornya, yang baru satu kali ikut nimbrung diskusi.

Kasus itu mengejutkan karena pembicaraan mereka tidak lagi pada ranah metode yang digunakan menentukan awal hari raya dalam Islam. Mereka masuk ke ranah politisasi hari raya.

Ini bisa dipahami dari komentar mereka tentang perilaku beragama penganut metode hisab, yang disebutnya sebagai pembangkang pemerintah.

Kesannya, mereka memahami perbedaan metode dan produk hukumnya seolah-olah suatu hal baru terjadi. Padahal masalah ini berlaku sejak ratusan sampai ribuan tahun, sejalan dengan perkembangan pemikiran Islam.

Dalam dua dekade, perbedaan 1 Syawal terjadi beberapa kali, misalnya 1 Syawal 2006, 2007, dan 2011. Sebelum itu, perbedaan juga pernah terjadi, tetapi umat Islam yang menganut metode hisab dan rukyat bisa menerima dan tidak saling menghujat.

Saya ingin mendaur-ulang pemikiran Prof A. Mukti Ali tentang sepakat dalam perbedaan (agree in disagreement), dikaitkan dengan sikap antiperbedaan yang diekspresikan dua peneliti BRIN.

Pendiri program studi Ilmu Perbandingan Agama sekaligus guru besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu, menggagas pemikiran sepakat dalam perbedaan sebagai ajakan agar umat beagama berpikir logis untuk mencapai kerukunan antarumat beragama.

Setiap agama terdapat perbedaan cara pandang terhadap ajaran tertentu, dan itu sebagai kenyataan, tetapi antaragama juga terdapat persamaannya. Sikap saling menghormati perbedaan akan mendorong kerukunan antarpemeluk agama.

Jargon sepakat dalam perbedaan yang dikenalkan oleh Menteri Agama periode 11 September 1971 – 29 Maret 1978, relevan dengan kondisi aktual saat ini.

Sepakat dalam perbedaan antarumat lintas keyakinan, bisa diadopsi dalam konteks sepakat berbeda di internal umat beragama Islam dalam metode menentukan 1 Syawal.

Komunitas umat Islam yang berafiliasi pada ormas Islam Muhammadiyah, NU, dan ormas lain penting membudayakan sikap saling mengerti, memahami, dan menerima perbedaan pandangan perihal teknis keberagamaan, berkaitan penentuan hari raya agama Islam.

Budaya sepakat dalam perbedaan sebagai implementasi prinsip demokrasi, yakni mengajar dan menyikapi perbedaan pandangan dengan kerangka pikir hikmah atau pengajaran yang baik (mauidotil hasanah).

Implementasinya, sikap legowo dalam menyikapi perbedaan soal artifisial dalam beragama. Prinsipnya, perbedaan produk hisab dan rukyat tentang hari raya Islam, tidak menggugurkan rukun puasa wajib dan keabsahan puasa Ramadhan.

Perbedaan itu tidak layak didorong ke ranah politik. Akar persoalan perbedaan itu pada tataran metode mencapai ilmu pengetahuan (epistemologi dan aksiologi).

Pada level ontologi atau prinsip ibadah puasa Ramadhan tidak ada perbedaan, yaitu sikap menahan diri dari nafsu makan dan minum yang didasari norma-norma agama sebagai bagian proses mencapai manusia mulia, yang terbaik di sisi Allah SWT (taqwa).

Mengikuti alur pemikiran Mukti Ali, perbedaan pemahaman nilai-nilai agama dan penentuan hari raya Islam tidak mereduksi kondisi sosial setiap umat Islam untuk melaksanakan kewajiban puasa dan melaksanakan tradisi sungkem, saling memaafkan pada momentum Idul Fitri dalam keadaan rukun dan damai.

Kerukunan hidup internal umat Islam tetap kondusif ketika masing-masing pemeluk Islam bersikap setuju dalam ketidaksetujuan atau sepakat dalam perbedaan.

Tradisi menerima perbedaan sebagai budaya panjang dalam sejarah pemikiran Islam. Para ulama besar membudayakan sepakat dalam perbedaan sebagaimana diekspresikan Imam Syafii, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Hambali.

Mereka tidak pernah mendistorsi perbedaan pandangan dan sikap keberagaman antarmereka serta penganutnya. Mereka mendiseminasi pemikirannya layaknya air sungai mengalir secara alami.

Tidak melawan arus dengan mengedepankan perbedaan, sebaliknya mereka mengeksplorasi kesamaan pemikiran untuk mencapai kemaslahatan.

Ketika peneliti senior dan yunior BRIN gagal dalam menerima perbedaan metode hisab dan rukyat itu pertanda kemunduran cara menyikapi perbedaan pengetahuan.

Dalam metodologi ilmu pengetahuan saja terdapat perbedaan paradigma (positivis, interpretatif, konstruktivis/dekonstruktivis/kritis).

Berbeda pula metodenya (positivistic identic kuantitatif, interpretative identic dengan kualitatif, kontruktivis/dekonstruktivis/kritis identic dengan kualitatif kritis).

Produk pengetahuan dan ideologinya berbeda pada setiap metodologi dan metode yang berbeda-beda.

Ketika peneliti tidak memahami atau tidak menerima perbedaan metodologi dan metode, itu problem mendasar dalam berpengetahuan.

Saat tidak menerima perbedaan pengetahuan ditarik ke perbedaan dalam metode yang berkaitan dengan sikap beragama, maka hasilnya sangat ambigu dan tidak adil.

Peneliti itu sedang menunjukkan dirinya sebagai sosok fanatik pada satu metode tertentu saja.

Dalam kasus intelektual tidak mau memahami perbedaan metode dan prinsip sepakat dalam perbedaan, maka ilmu pengetahuan dan sikap saling percaya di ambang kematian.

Mengapa? Kalangan awam saja bisa sepakat dalam perbedaan dan metode menentukan hari raya. Ini bisa dikonfirmasi pada shalat Idul Fitri 1444 H/2023 M di berbagai lokasi, pelaksanaan shalat Idul Fitri dilakukan dua kali, Jumat 21 April dan Sabtu 22 April.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/27/15234121/intelektual-gagal-terapkan-sepakat-dalam-perbedaan

Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke