Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Hajat Besar Pasca-Lebaran

Kompas.com - 25/04/2023, 05:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI-hari libur Lebaran telah hampir berlalu. Ada rasa syukur mendalam telah selesainya serangkaian ibadah puasa bulan Ramadhan tahun ini, yang dipungkasi dengan shalat Id di lapangan.

Saya pun bersyukur telah dapat dikunjungi dan mengunjungi kerabat dekat dengan lancar. Kunjungan yang tertunda selama 2-3 tahun sebelumnya karena pandemi telah terlunasi pada Lebaran kali ini.

Rasa syukur juga muncul dengan terjaganya kedamaian di masyarakat, khususnya terkait adanya perbedaan penentuan hari Lebaran.

Perbedaan itu sebelumnya cukup menghebohkan, menimbulkan kekhawatiran ada perlakuan yang di luar kepatutan terhadap kelompok lain yang berbeda paham.

Rupanya hal itu tidak terjadi. Umat yang merayakan 1 Syawal pada Jumat (21/4/2023), dapat melakukan shalat Id dengan lancar, damai, dan gembira.

Perbedaan yang sebelumnya berkembang agaknya terbatas pada lingkup wacana atau pemikiran. Tidak sampai mengganggu aktivitas peribadatan secara pribadi atau kelompok.

Barangkali orang luar menganggap bangsa Indonesia ini aneh. Agamanya sama, namun hari Lebarannya berbeda. Itu pun disebabkan perbedaan kriteria teknis, yaitu kapan saat terjadi pergantian hari, yang bukan masalah prinsip, yaitu ibadah puasa itu sendiri.

Perbedaan prinsip pun sebetulnya bisa didamaikan. Seperti Arab Saudi dan Iran, yang sebelumnya tampak tidak bisa akur.

Maka kita boleh optimistis bahwa suatu saat akan terjadi kesamaan hari Lebaran secara permanen di negeri ini. Yaitu ketika keinginan mengutamakan ide kelompok dalam menentukan kriteria tentang saat pergantian hari telah dapat diganti dengan niat ikhlas untuk menghadirkan suasana kebersamaan yang guyub senegara.

Saat itu kita telah terbebas dari kecenderungan memperbesar hal-hal yang kecil.

***

Harus diakui bahwa kejadian perbedaan pendapat yang tajam terlihat semakin biasa pada era demokrasi bebas dewasa ini, ketika hak mengutarakan pendapat dijamin oleh undang-undang.

Cukup sering terdengar orang mengatakan dengan bebas tentang tidak adanya kebebasan berbicara di negeri ini, yang tentu saja menggelikan.

Suara keras terhadap kebijakan dan tindakan penguasa sah-sah saja diucapkan, asalkan tidak menyinggung pribadi seseorang dan keluarganya.

Memang baru-baru ini ada kasus di mana seorang pemuda mengkritik kebijakan pemerintah daerah, kemudian ditegur dan diadukan oleh seseorang ke kepolisian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com