"Kita tetap melakukan operasi penegakan hukum dengan soft approach dari awal saya sudah dampaikan itu, tapi tentunya dengan kondisi seperti ini, di daerah tertentu kita ubah menjadi operasi siaga tempur," kata Panglima di Mimika, Papua Tengah melalui rekaman suara yang dibagikan, Selasa (18/4/2023).
Baca juga: Panglima Sebut TNI Siaga Tempur di Daerah Rawan di Papua
Yudo mencontohkan operasi siaga tempur seperti yang diterapkan TNI Angkatan Laut di Natuna, Kepulauan Riau.
Dengan operasi ini, Yudo menyebut naluri tempur prajurit akan langsung muncul apabila KKB kembali melakukan penyerangan.
Selain itu, mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) itu menyebut operasi siaga tempur diperlukan dalam kondisi ini.
"Selama ini kan kita operasi teritorial, komunikasi sosial tetap kita laksanakan, tapai kalau menghadapi seperti ini ya harus siaga tempur," katanya.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak TNI membatalkan operasi siaga tempur di daerah rawan di Papua.
Ketua Centra Initiative Al Araf dari perwakilan koalisi menyebut pilihan operasi siaga tempur merupakan kebijakan yang justru akan terus memproduksi spiral kekerasan.
"Jika itu pilihan kebijakan yang akan ditempuh, maka koalisi mendesak agar rencana itu dibatalkan," kata Araf dalam siaran pers, Selasa (18/4/2023) malam.
Araf menuturkan, pendekatan keamanan militeristik yang dijalankan selama ini di Papua secara langsung dan tidak langsung berdampak terhadap terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Hentikan Operasi Siaga Tempur di Papua
Beberapa kasus yang sempat mencuat ke publik, misalnya, pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani pada 2020, hingga pembunuhan yang disertai mutilasi terhadap empat orang warga sipil di Papua pada 2022.
Kemudian ada pula kasus penyiksaan terhadap tiga orang anak yang dituduh melakukan pencurian pada 2022.
Menurut Araf, selama ini praktik impunitas selalu menjadi persoalan yang terus terjadi dalam kekerasan yang melibatkan aparat keamanan di Papua.
Karena itu, penegakkan hukum untuk memutus mata rantai impunitas dinilai menjadi penting untuk mencegah berulangnya kekerasan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil di Papua.
Araf menegaskan, evaluasi pendekatan keamanan militeristik di Papua harus dimulai segera.
Evaluasi tersebut bisa dilakukan dengan upaya penataan ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI di Papua.