JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, wajar jika PDI Perjuangan bersikukuh mengusung kader sendiri sebagai calon presiden (capres) Pemilu 2024.
Sebagai partai pemenang pemilu dua kali berturut-turut yakni tahun 2014 dan 2019, partai banteng dinilai punya alasan kuat untuk menempatkan kadernya sebagai calon RI-1.
“Sebagai partai pemenang pemilu dua kali, tentu PDI-P punya alasan, punya argumen bahwa di 2024 kader mereka harus jadi capres, itu beralasan,” kata Adi kepada Kompas.com, Rabu (19/4/2023).
Baca juga: PDI-P Beri Sinyal Umumkan Capres Saat Bulan Juni 2023
PDI-P juga dinilai punya modal elektabilitas besar. Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut menempati urutan puncak survei elektabilitas menurut berbagai lembaga dengan angka elektoral tembus 20 persen.
Modal lainnya, PDI-P punya sejumlah kader yang namanya berseliweran di bursa capres. Sebutlah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua DPR RI Puan Maharani, hingga Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Menurut survei banyak lembaga, Ganjar Pranowo menjuarai survei elektabilitas capres, bersaing dengan Ketua Umum Prabowo Subianto dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Dalam konteks itu ya sangat rasional dan masuk akal kalau kemudian untuk 2024 sekalipun PDI-P tetap mematok harga mati kader mereka adalah harus capres. Itu adalah bentuk kepercayaan tinggi yang menurut saya memang rasional, bisa diukur dan punya argumen secara statistik,” ujar Adi.
Baca juga: Diminta Tak Egois Terkait Wacana Koalisi Besar, PDI-P: Yang Mendominasi Itu Rakyat
Adi pun tak heran PDI-P masih santai dalam urusan koalisi, sementara partai politik lain sudah membentuk kongsi.
Sebab, PDI-P menjadi satu-satunya partai yang memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sehingga dapat mengusung capres sendiri tanpa perlu bekerja sama dengan parpol lain.
Sebaliknya, Adi yakin, banyak partai politik yang ingin berkoalisi dengan PDI-P karena modal besar yang dimiliki partai berjargon wong cilik itu.
Sebutlah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebagai partai dengan elektabilitas menengah ke bawah, keduanya dinilai bakal mengekor ke poros yang punya peluang terbesar buat menang pada pemilu mendatang.
“Dalam berbagai kesempatan, sangat terlihat bahwa kader-kader PAN sejumlah kader PPP di berbagai tempat mendeklarasikan mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres,” kata Adi.
Padahal, PAN dan PPP telah tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama Golkar. Belakangan, koalisi tersebut mewacanakan pembentukan koalisi besar yang menggabungkan KIB dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), koalisi Partai Gerindra bersama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adi pun yakin, keputusan mengenai koalisi besar ini akan sangat bergantung dari manuver partai banteng.
“Ketika PDI-P mengatakan bahwa koalisi besar sangat tergantung PDI-P, juga sangat rasional, masuk akal,” tuturnya.
Baca juga: PDI-P: Mega dan Prabowo Bakal Bertemu Saat Lebaran