Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Grasi Merri Utami Dikabulkan Jokowi, Momentum Tinjau Ulang Hukuman Mati

Kompas.com - 15/04/2023, 08:35 WIB
Singgih Wiryono,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - 27 Februari 2023 presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengabulkan permintaan grasi dari terpidana mati kasus narkoba Merri Utami.

Keppres Nomor 1/G/2023 itu menyebutkan Merri yang dijatuhi hukuman mati sejak 2001 mendapat keringanan hukuman lolos dari eksekusi.

Merri Utami kini tak lagi berstatus terpidana mati, berubah menjadi terpidana seumur hidup.

Kabar itu disampaikan kuasa hukum Merri Utami dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Aisyah Humaida dalam konferensi pers yang digelar Kamis (13/4/2023).

Baca juga: Komnas HAM: Grasi Merri Utami Jadi Perkembangan Positif Pencegahan Hukuman Mati di Indonesia

Awalnya, kabar grasi tersebut disampaikan Merri kepada melalui sambungan telepon pada 24 Maret 2023.

Mendengar kabar tersebut, Aisyah tak langsung percaya, karena grasi yang diajukan Merri sudah cukup lama, yaitu 2016 saat ia nyaris dieksekusi mati dengan surat grasi 02/PID.2016/PN.TNG.

Tim LBH Masyarakat kemudian mengirimkan surat ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk melakukan konfirmasi kabar itu.

Pada Kamis (6/4/2023), Tim LBH Masyarakat akhirnya mendatangi Lapas Semarang tempat Merri ditahan untuk mengecek langsung pengabulan grasi yang dikabarkan Merri.

"Dan ternyata hukumannya sudah diubah (dari mati menjadi seumur hidup)," ujar Aisyah.

Apresiasi untuk Jokowi

Langkah Jokowi memberikan grasi kepada Merri Utami mendapat apresiasi banyak pihak. Pihak pertama yang memberikan apresiasi adalah LBH Masyarakat.

Menurut Koordinator LBH Masyarakt Afif Abdul Qoyim, grasi yang diberikan Jokowi telah sesuai dengan implementasi hak asasi manusia.

"Kami berpandangan Keppres tersebut harus diapresiasi oleh karena pidana mati tidak sejalan dengan implementasi HAM secara nasional dan internasional," tutur Afif.

Baca juga: Kisah Merri Utami Lolos dari Eksekuti Mati, 22 Tahun Dipenjara karena Dijebak Sindikat Narkoba

Apresiasi juga datang dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, keputusan Jokowi memiliki arti penting dalam pemenuhan hak konstitusional Merri Utami.

Selain menjadi terpidana, Merri juga disebut sebagai korban perdagangan orang karena dijebak atas kejahatan narkotikanya.

"Komnas Perempuan menyambut baik dan mengapresiasi langkah grasi presiden bagi Merri Utami, terpidana hukuman mati yang juga korban perdagangan," ujar Andy, Jumat (14/4/2023).

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga memuji keputusan Jokowi memberikan grasi.

Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, grasi yang diberikan Jokowi sebagai langkah positif hukuman mati di Indonesia.

"Grasi yang diberikan kepada Merri Utami merupakan perkembangan positif terhadap upaya pencegahan penerapan hukuman mati di Indonesia," tutur Atnike.

Momentum tinjau ulang hukuman mati

Langkah Jokowi tersebut juga dinilai sebagai momentum untuk mengevaluasi kembali hukuman mati di Indonesia.

Khususnya kepada narapidana seperti Merri Utami yang menunggu eksekusi hingga 22 tahun lamanya.

Atnike berharap Jokowi memberikan grasi atau komutasi hukuman mati kepada terpidana mati lainnya di masa depan.

Hal senada dikatakan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. Ia berharap grasi yang diterima Merri bisa memberikan kesempatan untuk meninjau kembali terpidana mati lainnya, khususnya terpidana mati perempuan.

"Komnas Perempuan mendorong agar langkah grasi bagi Merri Utami ini menjadi rujukan untuk memeriksa ulang kerentanan dan kondisi perempuan terpidana mati lainnya," ucap Andy.

Baca juga: LBH Masyarakat Apresiasi Jokowi Beri Grasi untuk Terpidana Mati Merri Utami

Data Komnas Perempuan pada 2022 lalu, terdapat 13 perempuan terpidana mati. Dengan dikabulkannya grasi Merri, sisa perempuan terpidana mati menjadi 12 orang.

Menurut Andy, grasi penting dipertimbangkan karena banyak perempuan terpidana mati adalah korban perdagangan orang.

"Merri Utami dan Merry Jane warga Filipina yang juga menjadi korban perdagangan orang yang dijebak menjadi kurir narkoba tanpa sepengetahuannya," tutur Andy.

Diduga korban perdagangan orang

Sebagai informasi, Merri Utami merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001.

Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.

Akan tetapi, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri Utami sebagai korban perdagangan orang.

Sebab, Merri hanya dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Baca juga: Terpidana Mati Merri Utami Diusulkan Jadi Justice Collaborator

Saat diserahkan, Merri curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya. Akan tetapi, pemberi tas menampik dengan menyebut tas yang dibawa berat karena kualitas kulit yang bagus.

Kemudian, ia membawa tas itu seorang diri ke Jakarta melalui bandara Soekarno-Hatta pada 31 Oktober 2001.

Merri Utami ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Jalan Berliku Anies Maju pada Pilkada Jakarta, Sejumlah Parpol Kini Prioritaskan Kader

Nasional
Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Kunker di Mamuju, Wapres Olahraga dan Tanam Pohon Sukun di Pangkalan TNI AL

Nasional
Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Sebut Demokrasi dan Hukum Mundur 6 Bulan Terakhir, Mahfud MD: Bukan karena Saya Kalah

Nasional
Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Bobby Resmi Masuk Gerindra, Jokowi Segera Merapat ke Golkar?

Nasional
[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com