JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti bidang legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul justru semakin menunjukkan buruknya kinerja DPR selama ini.
Adapun sebelumnya, Bambang Pacul mengatakan, pemerintah harus melobi para ketua umum (ketum) partai politik jika ingin Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset disahkan.
"Dalam konteks pelaksanaan fungsi Legislasi, jawaban Bambang Pacul menjelaskan kenapa kinerja legislasi DPR selama ini selalu saja buruk baik dari sisi kuantitas maupun kualitas atau dari sisi prosedur maupun substansi," kata Lucius kepada Kompas.com, Senin (3/4/2023).
Dari sisi prosedur, lanjut Lucius, DPR bakal bersemangat membahas pembentukan perundang-undangan jika mendapat "perintah" elite parpol dan bukan desakan rakyat.
Baca juga: Pernyataan Bambang Pacul Dinilai sebagai Tanda Keputusan DPR Bergantung pada Modal dan Elite Partai
"Kenapa DPR menjadi begitu bersemangat untuk RUU-RUU tertentu yang kepentingan elitenya dominan seperti RUU Cipta Kerja atau RUU IKN, RUU KPK, dan lain-lain," ujarnya.
"Tetapi giliran RUU PPRT, RUU TPKS dan lain-lain, DPR cenderung lamban. Ya rupanya DPR bisa cepat kalau disuruh elite Parpol, dan menjadi sangat lamban kalau tak ada perintah dari elite Parpol," tambah dia.
Pada akhirnya, kata dia, partisipasi publik selama ini cenderung hanya omong kosong dalam proses pembentukan legislasi.
Sebab, kata dia, substansi pembentukan undang-undang justru bergantung pada perintah elite parpol.
"Selama ini fakta-fakta yang diungkapkan Bambang memang sudah kerap disuarakan seperti oleh Formappi tetapi selalu dibantah oleh DPR. DPR bahkan cenderung menyalahkan pihak pemerintah yang menghambat penyelesaian pembahasan RUU di DPR," katanya.
Baca juga: Formappi Anggap Sikap Bambang Pacul Tunjukan Wajah Asli DPR, Terikat Oligarki dan Money Politics
Selain itu, Lucius menilai apa yang disampaikan Pacul menunjukkan bahwa harapan DPR menjadi lembaga yang punya komitmen dalam pemberantasan korupsi adalah isapan jempol belaka.
Jika demikian, menurutnya, DPR tak lagi bisa diharapkan sebagai lembaga wakil rakyat memperjuangkan pemberantasan korupsi.
"RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal adalah 2 RUU krusial untuk pemberantasan korupsi. Dengan kondisi ketergantungan DPR pada ketum parpol dan juga ketergantungan parpol pada sumber pendanaan ilegal, maka jelas 2 RUU itu tak akan didukung," nilai Lucius.
Adapun Bambang Pacul mengatakan, pemerintah harus melobi para ketua umum partai politik jika ingin RUU Perampasan Aset disahkan.
Ini Bambang sampaikan menjawab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan RUU tersebut.
"Saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Bambang mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dia maksud. Hanya saja, dia menegaskan, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang.
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.