JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjadi sorotan setelah temuan mereka soal dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terungkap ke publik.
Laporan itu pertama kali dibuka oleh Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD.
Buntut laporan tersebut, publik gaduh. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun turut angkat bicara terkait ini.
Lantas, apa sebenarnya fungsi PPATK? Seperti apa tugas dan wewenangnya?
Wewenang PPATK diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut Pasal 1 angka 2 UU tersebut, PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, PPATK bersifat independen dan bebas dari campur tangan maupun pengaruh kekuasaan mana pun. Lembaga tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Baca juga: Soal Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, PPATK Sebut Ada Perubahan Pola
Merujuk Pasal 39 UU Nomor 8 Tahun 2010, PPATK bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Secara rinci, berikut tugas PPATK:
Sementara, wewenang PPATK yaitu:
Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK berwenang:
Baca juga: KPK: Hasil Analisis PPATK Bersifat Intelijen, Seharusnya Tak Diobral di Ruang Publik
Kemudian, dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, PPATK berwenang:
Baca juga: Jawab DPR soal PPATK Laporkan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Saya Ketua Komite TPPU
Sedangkan dalam melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi, PPATK berwenang:
"Biaya untuk pelaksanaan tugas PPATK dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara," demikian Pasal 63 UU Nomor 8 Tahun 2010.
Gaduh temuan PPATK soal dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mulanya, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu menyebut, ada dugaan transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 300 triliun.
Katanya, pergerakan uang tersebut sebagian besar berada di Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, itu yang hari ini," katanya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu (8/3/2023).
Belakangan, Mahfud mengatakan bahwa nilai transaksi mencurigakan tersebut mencapai angka Rp 349 triliun.
Namun, dia menegaskan itu bukan dugaan korupsi, melainkan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan pegawai di luar Kemenkeu atau perusahaan lain.
“Itu tetap dihitung sebagai perputaran uang. Jadi jangan berasumsi bahwa pegawai Kemenkeu korupsi Rp 349 T, enggak, ini transaksi mencurigakan, dan ini melibatkan ‘dunia luar’,” kata Mahfud, Senin (20/3/2023).
Baca juga: Mahfud dan Kepala PPATK Sempat Salam Komando Sebelum Rapat dengan Komisi III
Menanggapi Mahfud, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa tidak semua laporan dugaan transaksi janggal itu berkaitan dengan pegawai Kemenkeu.
Dari laporan PPATK yang berisi kompilasi 300 surat dugaan transaksi janggal, cuma 135 surat yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pegawai Kemenkeu. Nilainya "hanya" sekitar Rp 22 triliun.
"Bahkan 22 triliun ini, 18,7 triliun itu juga menyangkut transaksi korporasi yang nggak ada hubungan dengan Kementerian Keuangan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
"Jadi yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu 3,3 triliun. Ini 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit-kredit dari seluruh pegawai yang diinkuiri tadi, termasuk penghasilan resmi transaksi dengan keluarga, transaksi jual beli aset, jual beli rumah, itu 3,3 triliun," tuturnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.