Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabareskrim: Transaksi Rp 349 T Belum Tentu Tindak Pidana, Masih Mencurigakan

Kompas.com - 30/03/2023, 13:59 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto menegaskan, transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun belum tentu merupakan tindak pidana.

Agus hadir mendampingi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebagai anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) saat rapat bersama Komisi III DPR, Selasa (29/3/2023) kemarin.

Kehadiran Agus di ruang rapat sempat membuat Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni selaku pimpinan rapat kaget.

"Ya namanya LHA (laporan hasil analisis) PPATK itu kan ada 2, yang satu kegiatan mereka yang dilakukan secara aktif untuk analisis transaksi. Tadi kan sudah dijelaskan, jenis transaksi yang mencurigakan seperti apa. Tapi itu belum tentu itu pidana," ujar Agus saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: 8 Jam Mahfud Rapat dengan Komisi III, Beberkan Asal-usul Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu

Agus menyampaikan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memang aktif memiliki kegiatan untuk menganalisis transaksi mencurigakan sesuai parameter yang sudah ditentukan dalam undang-undang (UU).

Namun, dalam transaksi mencurigakan yang didapat oleh PPATK, bukan berarti transaksi itu otomatis dianggap sebagai predicate crime atau tindak pidana asal.

Maka dari itu, kata Agus, PPATK akan menindaklanjuti setiap transaksi mencurigakan, apakah transaksi tersebut berkaitan dengan tindak pidana atau bukan.

"Belum ada pidananya. Dan bukan TPPU juga itu. Itu masih transaksi yang mencurigakan, apakah ini ada kaitan dengan tindak pidana," ucap dia.

Kemudian, Agus mengatakan, PPATK juga membuat LHA yang didasari oleh permintaan dari aparat penegak hukum.

Laporan itu akan menjadi dasar aparat penegak hukum untuk mencari tahu apakah sebuah transaksi merupakan bagian dari tindak pidana atau bukan.

"Yang kedua atas permintaan APH, aparat penegak hukum. Nanti itu bentuknya inquiry terhadap obyek yang akan diperiksa. Nah di situ baru kita analisa apakah transaksinya ini ada yang terkait dengan tindak pidana atau bukan," ujar Agus.

"Kalau transaksinya secara keseluruhan, mungkin banyak. Tapi yang terkait dengan kasus yang sedang ditangani mungkin hanya sebagian dari itu," kata dia.

Asal usul transaksi Rp 349 T


Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD membeberkan asal-usul dugaan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.

Menurut Mahfud, asal transaksi janggal itu terbagi ke tiga kelompok, salah satunya transaksi keuangan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 35 triliun.

"Satu, transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemaren Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun, yang benar Rp 35 triliun," kata Mahfud dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: Diminta Mahfud Golkan UU Perampasan Aset, Bambang Pacul: Mana Berani, Telepon Ibu Dulu

Halaman:


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com