JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar, Melchias Markus Mekeng, menyatakan mempermasalahkan jika ada pejabat yang menerima uang haram dalam jumlah kecil.
Di sisi lain, Mekeng beberapa kali sempat terseret dan diperiksa menjadi saksi dalam sejumlah perkara korupsi.
Pernyataan itu disampaikan Mekeng dalam Rapat Kerjsa bersama Kementerian Keuangan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/3/2023).
"Kebanyakan dia makan uang haram itu. Kalau makan uang haram kecil-kecil enggak apa-apa lah. Ini makan uang haram sampai begitu berlebih, maka Tuhan marah," ujar Mekeng.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Kronologi Temuan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Hadapan DPR
Mekeng menyampaikan pernyataan itu saat membahas dugaan kepemilikan harta kekayaan tidak wajar mantan Kepala Bagian Umum Dirjen Pajak (DJP) Kanwil Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (RAT).
Kepemilikan sejumlah harta tak wajar Rafael menjadi sorotan setelah sang anak, Mario Dandy Satrio (20), menganiaya D (17).
Sebab jika dilihat dari profil posisi terakhirnya sebagai seorang pejabat eselon III maka sumber dana buat memiliki rumah itu dinilai janggal.
Menurut Mekeng, terungkapnya kekayaan tidak wajar milik Rafael adalah balasan karena dinilai terlampau banyak menerima uang haram.
Baca juga: Siap Beri Penjelasan Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud MD ke DPR: Jangan Cari Alasan Absen
Akan tetapi, Mekeng memaklumi jika terdapat pejabat yang menerima uang haram dalam jumlah kecil.
"Itu standar dalam nilai hidup itu. Enggak ada di dunia ini juga yang jadi malaikat. Tapi juga jangan jadi setan benar," lanjut Mekeng.
Mekeng merupakan politikus Partai Golkar yang melenggang ke DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur I.
Akan tetapi, Mekeng beberapa kali diperiksa sebagai saksi dalam sejumlah perkara korupsi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mekeng tercatat pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus penerimaan hadiah pengalokasian dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kasus suap pengadaan Wisma Atlet SEA Games, dan kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP).
Baca juga: Kagetnya Sri Mulyani, Mahfud MD Tiba-tiba Ungkap Dugaan Transaksi Janggal Rp 300 Triliun di Kemenkeu
KPK pernah memeriksa Mekeng pada 10 September 2012 dan 13 Maret 2013 sebagai saksi dalam kasus korupsi PPID Kemenakertrans. Dia diperiksa dalam kaitan peran sebagai pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR dalam alokasi dana PPID.
Salah satu terpidana yang juga mantan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati, menyebut Mekeng sebagai pimpinan Banggar pada ikut bermain dalam alokasi dana DPID itu.
Dalam kasus korupsi e-KTP, Mekeng pernah diperiksa sebagai saksi oleh KPK pada 4 Juni 2018. Saat itu dia diperiksa sebagai saksi buat tersangka Irvanto Hendra Pambudi (keponakan Setya Novanto) dan Made Oka Masagung.
Dalam persidangan, Irvanto menyebut dia menyerahkan uang sebesar 1.000.000 Dollar Amerika Serikat kepada Mekeng dan Markus Nari terkait proyek e-KTP.
Baca juga: Sri Mulyani Beberkan Kronologi Temuan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Hadapan DPR
Terpidana kasus e-KTP, Setya Novanto saat menjadi saksi dalam persidangan terpidana Anang Sugiana membenarkan ia menyaksikan penyerahan uang suap kepada Mekeng. Namun, Mekeng membantah menerima uang suap itu.
Selain itu, Mekeng pernah diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi pembangunan PLTU Riau.
Mekeng diduga kerap menerima informasi tentang proyek itu dari kolega separtai, Eni Mulyani Saragih dan Idrus Marham. Akan tetapi, Mekeng membantah terlibat dalam lobi-lobi proyek PLTU Riau.
KPK juga pernah meminta Imigrasi mencegah Mekeng bepergian ke luar negeri selama 6 bulan sejak 10 September 2019.
Saat itu Mekeng menjadi saksi untuk Samin Tan dalam kasus dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).
Dalam kasus itu, Samin Tan diduga memberi uang Rp 5 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih untuk kepentingan proses pengurusan terminasi kontrak PKP2B PT AKT.
Kasus itu merupakan pengembangan dari perkara suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-I yang menjerat Eni Maulani Saragih, pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.