Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aktivis Lingkungan Budi Pego Dikriminalisasi Lagi, Komnas HAM Turun Tangan

Kompas.com - 26/03/2023, 15:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengonfirmasi bahwa aktivis lingkungan hidup dan pembela HAM, Heri Budiawan alias Budi Pego, ditangkap dan selanjutnya ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Banyuwangi.

Budi Pego yang amat vokal menentang aktivitas tambang PT Merdeka Copper Gold di Tumpang Pitu sebelumnya pernah ditahan 10 bulan usai vonis Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan vonis Pengadilan Negeri Banyuwangi.

Penangkapan dan penahanan Budi Pego pada Jumat (24/3/2023) lalu merupakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/PidSus/2018 yang memvonisnya dengan hukuman penjara 4 tahun.

Komnas HAM, yang pernah menerbitkan surat perlindungan untuk Budi Pego pada 2018 sebagai "human rights defender", menyesali eksekusi putusan MA ini dan dengan tegas menyatakan bahwa kasus menjerat Budi Pego adalah kriminalisasi.

Baca juga: Kisah Budi Pego, Aktivis dengan Tuduhan Komunis: Tetap Tolak Tambang Emas Usai Dibui (Bagian I)

Apalagi, keluarga dan kuasa hukum Budi Pego disebut belum pernah menerima salinan putusan MA tersebut.

"Apa yang dituntutkan sama sekali tidak dilakukan Budi Pego karena itu hanya upaya mengkriminalisasi dia, membatasi ruang gerak dia untuk melakukan advokasi menolak tambang yang selama ini merusak lingkungan sekitarnya, dan beberapa catatan lain terkait aktivitas tambang Tumpang Pitu di Banyuwangi," kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, dalam jumpa pers, Minggu (26/3/2023).

"Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu marxisme, komunisme dan leninisme, bahkan fakta di persidangan spanduk tersebut tidak dibuat oleh warga dan barang buktinya hilang," tambah komisioner bidang pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan, dalam kesempatan yang sama.

Menyikapi eksekusi atas Budi Pego, Komnas HAM menyatakan beberapa sikap.

Baca juga: Pakar Hukum Eksaminasi Putusan Kasus Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis

Pertama, meminta kepada Presiden RI Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Budi Pego.

Kedua, mendesak agar proses hukum termasuk di tingkat pengadilan yang lebih tinggi (apabila nanti dilakukan upaya hukum Peninjauan Kembali/PK) dapat dilakukan secara independen, imparsial, transparan, dan adil sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, dan menjamin hak-hak Budi Pego.

"Ketiga, meminta Menteri Lingkungan Hidup untuk segera menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Perlindungan Terhadap Pembela HAM di Bidang Lingkungan Hidup," kata Anis.

Keempat, Komnas HAM meminta Pemprov Jawa Timur, Polres Banyuwangi, serta PT. Merdeka Copper Gold bersama anak perusahaannya yaitu PT Bumi Suksesindo dan PT Damai Suksesindo untuk mematuhi rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh Komnas HAM nomor 0.961/R-PMT/VI/2020 tertanggal 10 Juni 2020 untuk mengedepankan prinsip-prinsip Bisnis dan HAM.

Baca juga: Kisah Budi Pego: Bertani Buah Naga Sembari Lancarkan Penolakan Tambang Emas

Komnas HAM mengaku telah berkoordinasi aktif dengan berbagai pihak untuk memastikan Budi Pego dalam keadaan baik dan ditahan sesuai prinsip-prinsip HAM.

Kriminalisasi Budi Pego sejak 2017

Sejak 2015, Komnas HAM telah menerima pengaduan masyarakat yang menolak keberadaan tambang emas Gunung Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi yang dikelola oleh PT Bumi Suksesindo.

Perusahaan tersebut merupakan salah satau anak perusahaan dari PT Merdeka Copper Gold Tbk, dengan izin usaha pertambangan operasi produksi sejak 2012.

Izin ini menimbulkan penolakan warga di sekitar pertambangan, karena beroperasinya tambang ini berdampak secara sosial-ekologis dan keselamatan ruang hidup rakyat di 5 desa yaitu Desa Sumberagung, Pesanggaran, Sumbermulyo, Kandangan dan Sarongan.

Budi Pego bersama puluhan warga Pesanggaran, kemudian melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada tanggal 4 April 2017.

Baca juga: Para Pengajar HAM Sesalkan Hukuman Aktivis Lingkungan Heri Budiawan Diperberat

"Namun, di tengah-tengah aksi pemasangan spanduk, ada spanduk sisipan berlogo palu arit yang secara nyata spanduk itu tidak dibuat oleh warga," kata Hari Kurniawan dalam jumpa pers, Minggu (26/3/2023).

"Padahal ketika warga membuat puluhan spanduk di awasi oleh Babinmas dan Babinkamtibmas Kecamatan Pesanggaran," lanjutnya.

Selanjutnya Budi Pego didakwa dan diadili melanggar ketentuan Pasal 107a KUHP, dianggap mengajarkan ajaran marxisme, komunisme dan eninisme.

Baca juga: Komnas HAM Dukung Upaya Hukum Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis

"Budi Pego adalah mantan seorang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi yang juga taat beribadah dan anggota Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa yang merupakan Perguruan Silat di bawah Nahdlatul Ulama," ujar pria yang akrab disapa Wawan itu.

Pengadilan Negeri Banyuwangi menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Budi Pego pada 2017. Jaksa dan pengacara sama-sama banding, tetapi Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperkuat putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi.

Keduanya mengajukan kasasi dan pada 16 Oktober 2018, lalu Majelis Hakim Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/Pid Sus/2018 memvonis Budi Pego 4 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com