JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis lingkungan Heri Budiawan atau Budi Pego tetap konsisten kendati telah merasakan 10 bulan dinginnya tembok penjara akibat aksi penolakannya terhadap tambang emas di kawasan Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.
Warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi itu salah satu orang yang paling getol menolak tambang emas kepunyaan anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold.
Yaitu PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI).
Sejak 2012, tepatnya setelah merantau di Arab Saudi selama 10 tahun, Budi kembali ke kampung halaman. Ia bergabung bersama warga menolak tambang emas.
Budi gencar melakukan perlawanan. Mulai dari aksi pengosongan karyawan perusahaan PT BSI hingga beraksi ke kantor Bupati Banyuwangi.
Akibat perlawanannya, setidaknya dalam kurun waktu 2014 hingga 2017, Budi telah dilaporkan ke kepolisian setempat sebanyak lima kali.
Baca juga: Pakar Hukum Eksaminasi Putusan Kasus Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis
Bahkan laporan terakhir mengantarkannya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi.
Pada laporan terakhirnya, sarat kejanggalan.
Ia dituduh menyebarkan paham komunisme lewat spanduk bergambar palu arit pada aksi terakhirnya yang berlangsung di depan kantor Kecamatan Pesanggaran pada 4 April 2017.
"Sampai sekarang saya sendiri belum tahu (spanduk palu arit) bentuknya kaya apa. Saya sendiri tahu saja enggak (komunis)," ujar Budi kepada Kompas.com di kantor Walhi, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Baca juga: Komnas HAM Dukung Upaya Hukum Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis
Dalam aksinya itu, Budi tak tahu menahu ihwal spanduk bergambar palu arit. Budi hanya membuat 11 spanduk dan 10 di antaranya dipasang di depan kantor Kecamatan Pesanggaran.
Ketika aksi itu berlangsung, tiba-tiba sekelompok orang datang memberikan spanduk yang bergambar palu arit. Mereka memberikan ke massa aksi.
Salah seorang di antaranya merekam dengan iming-iming agar bisa masuk televisi. Tak dinyana, spanduk itu menjadi pangkal kriminalisasi menimpa Budi.
Spanduk itu juga yang membuatnya "terjebak" dengan Ketetapan MPRS Nomor 25/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI).
Polisi cari sabit dan palu di rumahnya
Tiga hari berselang atau tepatnya pada 7 April 2017, sejumlah petugas polisi mendatang kediaman Budi.
Rumahnya digeledah untuk mencari barang bukti yang berkaitan dengan ajaran Marxisme-Leninisme.
Dari kamar, gudang, hingga tempat sampah digeledah satu per satu.
"Petugas nanya, 'punya sabit enggak?', saya jawab, 'ya, jelas punya, semua warga di sini petani, punya sabit'," katanya mengingat proses penggeledahan.
"Terus enggak lama, ditanya, 'punya palu enggak,' saya jawab, "ya, punya, saya punya 10'," ucap Budi ketawa.
Setelah petugas bertanya, suami Indah Sutami itu langsung memberikan dua alat tersebut.
Dia tak tahu latar belakang petugas menanyakan dua alat tersebut. Secara spontan, Budi masih heran, ada apa dengan dua peralatan itu.
"Setelah saya kasih unjuk, tapi tidak dibawa juga," terang Budi.
Setelah penggeledahan itu, jerat hukum menghampirinya.
Baca juga: Polisi Siapkan Pengamanan Khusus di Tambang Emas Tumpang Pitu
Pada pertengahan Oktober 2017, ia mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Banyuwangi. Kemudian pada 23 Januari 2018, Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis Budi 10 bulan penjara.
Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Provinsi Jawa Timur dengan vonis 10 bulan penjara pada 15 Februari 2018.
Saat menjalani masa hukuman, Budi berupaya mendapatkan keadilan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 25 April 2018.
Langkah itu dilakukan guna meraih keadilan setelah tak mendapat kepuasan dalam putusan Pengadian Tinggi Provinsi Jawa Timur.
Kemudian pada 1 Juli 2018, Budi bebas.
Namun, setelah bebas, MA justru memperberat hukuman Budi menjadi 4 tahun penjara.
Sayangnya, hingga sampai sekarang Budi dibikin galau lantaran belum adanya salinan petikan putusan MA ke Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Baca juga: Picu Konflik, Kebijakan soal Kawasan Tumpang Pitu Jadi Tambang Emas Harus Dicabut
Di tengah ketidakpastian hukum itu, Budi masih terus melakukan penolakan terhadap tambang emas Tumpang Pitu.
Ia berdalih, bahwa kehadiran tambang itu sama sekali tak berpengaruh pada kesejahteraan warga. Justru yang ada adalah sebaliknya, kerusakan lingkungan akibat dampak penambangan.
Budi menyatakan tak kapok melakukan perlawanan terhadap perusahaan, sekalipun ia sendiri telah merasakan kelamnya di balik jeruji besi penjara.
Menurutnya, menyelamatkan lingkungan lebih penting ketimbang mengingat ihwal kriminalisasi yang menimpanya.
Baca juga: 2017, Tambang Tumpang Pitu Targetkan Produksi 100 Ribu Ons Emas
Target utamanya adalah membuat perusahaan tambang emas di lingkungannya angkat kaki.
"Kalau aksi-aksi tetap, kadang spontan. Saya merasa terganggu, terancam kehidupannya, masa depannya," terang pria kelahiran Banyuwangi, 5 Juli 1979 tersebut.
"Sekarang dampaknya memang sudah dirasa, dari peledakannya. Keinginan untuk (membuat perusahaan tambang emas) pergi menjadi target utama, bukan hanya saya, tapi semua warga. Akibatnya, ada sekitar 8 orang warga yang sudah dipenjara tahun 2019 ini," tegas Budi.
Ia menyatakan tak ada kompromi dalam perlawanannya tersebut. Terbukti, saat masih mendekam di penjara, Budi berulang kali menolak tawaran perusahaan guna menghentikan perlawanannya.
Tawaran itu berupa uang tunai, rumah, hingga menjadi bagian perusahaan itu sendiri.
"Waktu baru seminggu ditahan, disamperin orang perusahaan. Jadi ditawarin rumah, kalau mau usaha tinggal bilang saja perusahaan siap memberikan bantuan. Saya enggak mau, saya saja dipenjara gara-gara perusahaan, saya enggak nerima," ungkap Budi.
"Keluarga saya bahkan ngomong, orang perusahaan datang nawarin banyak uang. Kami menolak, eh kasasi malah semakin tinggi," katanya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.