Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/12/2019, 07:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis lingkungan Heri Budiawan atau Budi Pego tetap konsisten kendati telah merasakan 10 bulan dinginnya tembok penjara akibat aksi penolakannya terhadap tambang emas di kawasan Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur.

Warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi itu salah satu orang yang paling getol menolak tambang emas kepunyaan anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold.

Yaitu PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI).

Sejak 2012, tepatnya setelah merantau di Arab Saudi selama 10 tahun, Budi kembali ke kampung halaman. Ia bergabung bersama warga menolak tambang emas.

Budi gencar melakukan perlawanan. Mulai dari aksi pengosongan karyawan perusahaan PT BSI hingga beraksi ke kantor Bupati Banyuwangi.

Akibat perlawanannya, setidaknya dalam kurun waktu 2014 hingga 2017, Budi telah dilaporkan ke kepolisian setempat sebanyak lima kali.

Baca juga: Pakar Hukum Eksaminasi Putusan Kasus Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis

Bahkan laporan terakhir mengantarkannya mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi.

Pada laporan terakhirnya, sarat kejanggalan.

Ia dituduh menyebarkan paham komunisme lewat spanduk bergambar palu arit pada aksi terakhirnya yang berlangsung di depan kantor Kecamatan Pesanggaran pada 4 April 2017.

"Sampai sekarang saya sendiri belum tahu (spanduk palu arit) bentuknya kaya apa. Saya sendiri tahu saja enggak (komunis)," ujar Budi kepada Kompas.com di kantor Walhi, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Baca juga: Komnas HAM Dukung Upaya Hukum Budi Pego, Aktivis yang Dituding Komunis

Dalam aksinya itu, Budi tak tahu menahu ihwal spanduk bergambar palu arit. Budi hanya membuat 11 spanduk dan 10 di antaranya dipasang di depan kantor Kecamatan Pesanggaran.

Ketika aksi itu berlangsung, tiba-tiba sekelompok orang datang memberikan spanduk yang bergambar palu arit. Mereka memberikan ke massa aksi.

Salah seorang di antaranya merekam dengan iming-iming agar bisa masuk televisi. Tak dinyana, spanduk itu menjadi pangkal kriminalisasi menimpa Budi.

Spanduk itu juga yang membuatnya "terjebak" dengan Ketetapan MPRS Nomor 25/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI).

Polisi cari sabit dan palu di rumahnya

Tiga hari berselang atau tepatnya pada 7 April 2017, sejumlah petugas polisi mendatang kediaman Budi.

Rumahnya digeledah untuk mencari barang bukti yang berkaitan dengan ajaran Marxisme-Leninisme.

Dari kamar, gudang, hingga tempat sampah digeledah satu per satu.

"Petugas nanya, 'punya sabit enggak?', saya jawab, 'ya, jelas punya, semua warga di sini petani, punya sabit'," katanya mengingat proses penggeledahan.

"Terus enggak lama, ditanya, 'punya palu enggak,' saya jawab, "ya, punya, saya punya 10'," ucap Budi ketawa.

Setelah petugas bertanya, suami Indah Sutami itu langsung memberikan dua alat tersebut.

Dia tak tahu latar belakang petugas menanyakan dua alat tersebut. Secara spontan, Budi masih heran, ada apa dengan dua peralatan itu.

"Setelah saya kasih unjuk, tapi tidak dibawa juga," terang Budi.

Setelah penggeledahan itu, jerat hukum menghampirinya.

Baca juga: Polisi Siapkan Pengamanan Khusus di Tambang Emas Tumpang Pitu

Pada pertengahan Oktober 2017, ia mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Banyuwangi. Kemudian pada 23 Januari 2018, Pengadilan Negeri Banyuwangi memvonis Budi 10 bulan penjara.

Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Provinsi Jawa Timur dengan vonis 10 bulan penjara pada 15 Februari 2018.

Saat menjalani masa hukuman, Budi berupaya mendapatkan keadilan dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 25 April 2018.

Langkah itu dilakukan guna meraih keadilan setelah tak mendapat kepuasan dalam putusan Pengadian Tinggi Provinsi Jawa Timur.

Kemudian pada 1 Juli 2018, Budi bebas.

Namun, setelah bebas, MA justru memperberat hukuman Budi menjadi 4 tahun penjara.

Sayangnya, hingga sampai sekarang Budi dibikin galau lantaran belum adanya salinan petikan putusan MA ke Pengadilan Negeri Banyuwangi.

Baca juga: Picu Konflik, Kebijakan soal Kawasan Tumpang Pitu Jadi Tambang Emas Harus Dicabut

Di tengah ketidakpastian hukum itu, Budi masih terus melakukan penolakan terhadap tambang emas Tumpang Pitu.

Ia berdalih, bahwa kehadiran tambang itu sama sekali tak berpengaruh pada kesejahteraan warga. Justru yang ada adalah sebaliknya, kerusakan lingkungan akibat dampak penambangan.

Budi menyatakan tak kapok melakukan perlawanan terhadap perusahaan, sekalipun ia sendiri telah merasakan kelamnya di balik jeruji besi penjara.

Menurutnya, menyelamatkan lingkungan lebih penting ketimbang mengingat ihwal kriminalisasi yang menimpanya.

Baca juga: 2017, Tambang Tumpang Pitu Targetkan Produksi 100 Ribu Ons Emas

Target utamanya adalah membuat perusahaan tambang emas di lingkungannya angkat kaki.

"Kalau aksi-aksi tetap, kadang spontan. Saya merasa terganggu, terancam kehidupannya, masa depannya," terang pria kelahiran Banyuwangi, 5 Juli 1979 tersebut.

"Sekarang dampaknya memang sudah dirasa, dari peledakannya. Keinginan untuk (membuat perusahaan tambang emas) pergi menjadi target utama, bukan hanya saya, tapi semua warga. Akibatnya, ada sekitar 8 orang warga yang sudah dipenjara tahun 2019 ini," tegas Budi.

Ia menyatakan tak ada kompromi dalam perlawanannya tersebut. Terbukti, saat masih mendekam di penjara, Budi berulang kali menolak tawaran perusahaan guna menghentikan perlawanannya.

Tawaran itu berupa uang tunai, rumah, hingga menjadi bagian perusahaan itu sendiri.

"Waktu baru seminggu ditahan, disamperin orang perusahaan. Jadi ditawarin rumah, kalau mau usaha tinggal bilang saja perusahaan siap memberikan bantuan. Saya enggak mau, saya saja dipenjara gara-gara perusahaan, saya enggak nerima," ungkap Budi.

"Keluarga saya bahkan ngomong, orang perusahaan datang nawarin banyak uang. Kami menolak, eh kasasi malah semakin tinggi," katanya.

Kompas TV Setelah 10 hari pencarian dan evakuasi korban longsor tambang di Desa Bakan, Kabupaten #BolaangMongondow, Sulawesi Utara dihentikan. Menurut rencana lokasi tambang emas ilegal itu akan diledakkan dan ditutup. Agar tidak ada lagi aktivitas #tambangilegal pemerintah bersama tim gabungan berencana akan memagari lokasi tambang yang kerap disebut "Tambang Super Busa" ini. Lubang tambang yang telah memakan puluhan korban ini juga akan diledakkan. Peledakkan dan penutupan tambang dimaksudkan untuk menghindari kejadian serupa terjadi di masa mendatang.
 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Megawati: Saya Ingin Pensiun, tetapi Enggak Dikasih Sama Pak Jokowi

Megawati: Saya Ingin Pensiun, tetapi Enggak Dikasih Sama Pak Jokowi

Nasional
PDI-P Bantah Dukungan Jokowi ke Ganjar Bercabang ke Prabowo: Framing untuk Memecah Belah

PDI-P Bantah Dukungan Jokowi ke Ganjar Bercabang ke Prabowo: Framing untuk Memecah Belah

Nasional
PDI-P 'Rangkul' Demokrat, Hasto: Toh Lamaran Anies Belum Turun

PDI-P "Rangkul" Demokrat, Hasto: Toh Lamaran Anies Belum Turun

Nasional
Gerindra Minta Kader Tidak Grusa-grusu, Jangan Jadi Beban Pemenangan Prabowo

Gerindra Minta Kader Tidak Grusa-grusu, Jangan Jadi Beban Pemenangan Prabowo

Nasional
Demokrat Desak Cawapres Ditetapkan, Anies Jawab Singkat

Demokrat Desak Cawapres Ditetapkan, Anies Jawab Singkat

Nasional
Ganjar Akui Ia Diajak Bicara Terakhir soal Sosok Cawapres

Ganjar Akui Ia Diajak Bicara Terakhir soal Sosok Cawapres

Nasional
Puan Akan Temui AHY, Hasto: PDI-P Merangkul, Sambil Demokrat Tunggu Lamaran Anies

Puan Akan Temui AHY, Hasto: PDI-P Merangkul, Sambil Demokrat Tunggu Lamaran Anies

Nasional
PDI-P Tawarkan Kaesang Ikut Sekolah Partai Seperti Gibran

PDI-P Tawarkan Kaesang Ikut Sekolah Partai Seperti Gibran

Nasional
Anies Tinggal Tunggu Hari Baik untuk Umumkan Cawapres

Anies Tinggal Tunggu Hari Baik untuk Umumkan Cawapres

Nasional
Danny Pomanto Instruksikan Kontainer Jadi Posko Program Jagai Anakta

Danny Pomanto Instruksikan Kontainer Jadi Posko Program Jagai Anakta

Nasional
Kaesang Siap Maju Jadi Calon Wali Kota Depok, Gerindra: Kabar Gembira

Kaesang Siap Maju Jadi Calon Wali Kota Depok, Gerindra: Kabar Gembira

Nasional
Aturan Lengkap Syarat Perjalanan dan Protokol Kesehatan di Ruang Publik Terbaru

Aturan Lengkap Syarat Perjalanan dan Protokol Kesehatan di Ruang Publik Terbaru

Nasional
Megawati Ungkap Percakapan 6 Ketua Umum Partai Parpol dengan Jokowi Awal Mei

Megawati Ungkap Percakapan 6 Ketua Umum Partai Parpol dengan Jokowi Awal Mei

Nasional
Megawati: Saya Dijuluki Perempuan Terkuat di Dunia, Contoh Saya Saja...

Megawati: Saya Dijuluki Perempuan Terkuat di Dunia, Contoh Saya Saja...

Nasional
Syarat Perjalanan Terbaru: Masker Tak Wajib bagi Orang yang Sehat

Syarat Perjalanan Terbaru: Masker Tak Wajib bagi Orang yang Sehat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com