JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan potensi kekacauan yang terjadi apabila pemilihan umum (pemilu) ditunda.
Menurutnya, secara konstitusi telah ditegaskan bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.
Dengan begitu, masa jabatan presiden tidak boleh melewati satu hari pun dari yang sudah ditentukan.
"Apa bisa Pak diubah? (Ketentuan lima tahun sekali), bisa. Tapi konstitusinya diubah dulu," ujar Mahfud saat mengisi acara Tadarus Kebangsaan dan Penyusunan Road Map Kepemimpinan Muslim Indonesia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023).
Baca juga: Mahfud: Jangan Main-main dengan Jadwal Pemilu, Mengundang Chaos Kalau Memaksakan Ditunda
Mahfud lantas menggambarkan proses perubahan konstitusi yang tidak mudah.
Perubahan harus diusulkan oleh sepertiga anggota DPR, DPD dan MPR pasal mana yang akan diubah. Kemudian harus dijelaskan alasan mengapa diubah.
"Bagaimana rumusannya dibentuk dulu badan pekerja. Nanti kalau dapat sepertiga (dukungan) sih gampang. Tetapi, sidangnya harus dihadiri oleh dua per tiga (anggota DPR, DPD, MPR)," ungkapnya.
Mahfud menilai, kehadiran dua pertiga anggota parlemen tidak akan tercapai jika konfigurasi politik seperti saat ini.
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Kebiasaan Ibadah Jokowi: Ke Luar Negeri, Waktunya Shalat, Tetap Shalat ...
Di mana, PDI-P telah menyatakan menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
Penolakan juga ditegaskan oleh Partai Demokrat, Partai Nasdem dan PKS.
Dari keseluruhan itu, menurut Mahfud, sudah mencakup hampir separuh parpol di parlemen.
Jika kondisinya demikian, maka tidak ada sidang MPR.
"Enggak akan ada sidang MPR. Nah dalam keadaan itu negara ini menjadi chaos. Masa jabatan (presiden) habis, (presiden) yang baru belum diangkat karena oleh konstitusi tidak bisa diangkat," jelas Mahfud.
Oleh karenanya, Mahfud mengingatkan semua pihak agar jangan maina-main dengan jadwal pemilu.
Pasalnya, ada potensi kekacauan (chaos) apabila pemilu tak bisa terlaksana sesuai jadwal.
Baca juga: Mahfud: Saya Pastikan Kesekian Kalinya, Pemilu Jadi Dilaksanakan
"Tadi saya sampaikan jangan main-main dengan jadwal pemilu. Jangan main-main. Itu mengundang chaos Kalau saudara ingin memaksakan pemilu itu ditunda," ujar Mahfud.
Mahfud lantas mengungkapkan, ada pihak yang menyatakan, jika masa jabatan presiden habis, maka ada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan) yang bisa menjadi presiden sementara sampai presiden yang baru terpilih.
Namun, Mahfud menegaskan hal itu tak bisa terjadi.
"Sebab itu Mendagri, Menlu, Menhan itu habis masa jabatannya bersama presiden yang mengangkat (mereka)," tegasnya.
Sehingga Mahfud mengingatkan bahwa tugas semua pihak saat ini adalah menjaga agar Pemilu 2024 tetap berjalan.
"Saudara sekalian, tugas jangka pendek kita adalah menjaga agar pemilu 2024 berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan," tambahnya.
Baca juga: Mahfud: Saya Belum Dengar Larangan Buka Bersama Akan Dicabut
Diketahui, isu penundaan pemilu kembali mengemuka setelah adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU.
Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Sedianya, tahapan Pemilu 2024 telah berjalan sejak Juni tahun lalu. Pemungutan suara dijadwalkan digelar serentak pada 14 Februari 2024.
Adapun gugatan terhadap KPU dilayangkan karena Prima sebelumnya merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Baca juga: Mahfud: Saya Pastikan Kesekian Kalinya, Pemilu Jadi Dilaksanakan
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, partai pendatang baru tersebut merasa telah memenuhi syarat keanggotaan dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.