Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riuh Transaksi Janggal Rp 349 T di Kemenkeu, Mahfud-Sri Mulyani Sepakat Selesaikan Laporan Dugaan TPPU

Kompas.com - 21/03/2023, 10:20 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Sri Mulyani mengatakan bahwa Kemenkeu menerima laporan itu dari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Senin (13/3/2023).

“Lampirannya itu daftar surat, yang ada di situ 300 surat, dengan nilai transaksi Rp 349 triliun,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan, sebanyak 65 surat berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perseorangan yang tidak ada pegawai Kemenkeu di dalamnya.

“Ini transaksi ekonomi yang dilakukan perusahaan atau badan atau orang lain,” kata Sri Mulyani.

“Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu, menyangkut ekspor-impor, maka kemudian dia (Ivan) mengirimkan kepada kami, 65 surat itu nilainya Rp 253 triliun. Artinya PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, pergantian properti, dan itu dikirim ke Kemeneku, di-follow up sesuai tugas dan fungsi kami,” ujar dia lagi.

Baca juga: Cek Harta Kasubag Esha Rahmansah, Kemensetneg Gandeng KPK-PPATK

Kemudian, 99 surat itu dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum, tetapi ditembuskan kepada Kemenkeu.

“Surat PPATK kepada penegak hukum dan nilai transaksinya Rp 74 triliun,” kata Sri Mulyani.

“Sedangkan ada 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama (pegawai) Kemenkeu, nilainya jauh lebih kecil, karena yang tadi Rp 253 triliun ditambah Rp 74 triliun itu sudah lebih dari Rp 300 triliun,” ujar Sri Mulyani lagi.

Sementara itu, nilai total dugaan transaksi janggal yang dilaporkan PPATK ke Kemenkeu itu Rp 349 triliun.

Sisanya, satu surat dari PPATK itu melibatkan kementerian lain meski tidak disebut nama kementeriannya.

Penjelasan PPATK

Dalam penjelasannya, Selasa (14/3/2023), Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa nilai temuan yang mencapai Rp 349 triliun itu bukan berarti nilai dari hasil tindak penyimpangan seperti korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu.

Ia mengatakan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Kemenkeu bertindak sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pencucian uang dalam lingkungan kepabeanan dan cukai serta perpajakan.


Oleh karena itu, setiap temuan dugaan penyimpangan transaksi keuangan dalam kepabeanan dan cukai, serta perpajakan yang ditemukan oleh PPATK akan dikirimkan kepada Kemenkeu untuk ditindaklanjuti.

"Kasus-kasus itu yang secara konsekuensi logis memiliki nilai yang luar biasa besar. Yang kita sebut Rp 300 triliun," ujar Ivan di Jakarta, pada Selasa, (14/3/2023).


Dengan berlandaskan hal tersebut, Ivan mengatakan, nilai temuan transaksi janggal yang belakangan ramai dibicarakan bukan berarti adanya penyalahgunaan kewenangan atau penyelewengan yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu.

"Jangan ada salah persepsi di publik bahwa yang kami (sampaikan) kepada Kementerian Keuangan bukan tentang adanya penyalahgunaan kewenangan, atau korupsi oknum pegawai di Kementerian Keuangan," ujar Ivan.

"Tapi, lebih kepada kasus-kasus yang kami sampaikan kepada Kementerian Keuangan dalam posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pindak asal pencucian uang yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010," kata dia lagi.

Ivan mengakui, terdapat laporan langsung dari Kemenkeu terkait adanya penyelewengan yang dilakukan oleh pegawai kementerian, tetapi nilainya diklaim tidak besar.

"Itu nilainya tidak sebesar itu, nilainya sangat minim dan itu ditangani dengan Kementerian Keuangan sangat baik," ujar Ivan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com