Hal ini dalam rangka menjamin terpenuhinya standar kesehatan tertinggi melalui pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan bagi korban, sebagaimana telah diamanatkan oleh konstitusi dan peraturan perundangan-undangan.
Selain itu, Presiden juga diminta memastikan penanganan dan pemulihan terhadap keluarga korban yang mengalami dampak psikologis maupun trauma dan dampak sosial atau ekonomi lainnya.
Bukan tanpa sebab, Komnas HAM mencatat beberapa orangtua korban yang terpaksa meninggalkan pekerjaan untuk merawat buah hati berobat berkali-kali ke rumah sakit.
"Ini diakibatkan peristiwa yang telah menghilangkan setidaknya 204 nyawa anak di Indonesia," ujar Hari.
Baca juga: Komnas HAM soal Gagal Ginjal Akut: Pemerintah Tak Transparan dan Lambat Menanganinya
Hari Kurniawan mengatakan penanganan dan pemulihan keluarga ataupun korban bisa dilakukan dengan memberikan akses rehabilitasi maupun kompensasi secara cepat dan jangka panjang.
Dengan demikian, Komnas HAM meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan untuk menjamin pemberian restitusi tersebut.
"Komnas HAM meminta kepada LPSK untuk memberikan perlindungan bagi korban keluarga korban dalam rangka menjamin pemberian restitusi dan kompensasi melalui mekanisme peradilan," kata Hari.
Komnas HAM juga menyoroti tidak ditetapkannya status kejadian luar biasa (KLB) gagal ginjal akut oleh pemerintah.
Dari situ, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
"Untuk itu, perlu dilakukan perubahan terhadap peraturan yang dimaksud," kata Hari Kurniawan.
UU tersebut, jelas Hari, sudah tidak relevan, utamanya ketika kasus gagal ginjal akut pada anak yang notabene bukan penyakit menular dan tidak kunjung ditetapkan sebagai KLB.
Menurut dia, perlu ada pengaturan terkait status KLB pada penyakit tidak menular (PTM) yang bergerak cepat dan memiliki efek perburukan yang signifikan, layaknya kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup.
"Sudah tidak relevannya UU Nomor 4 tahun 1984 terutama terkait penetapan status KLB, dalam permasalahan kesehatan. Salah satu substansi penting yaitu belum adanya pengaturan terkait kondisi darurat kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular sebagai KLB," tutur Hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.