Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM soal Gagal Ginjal Akut: Pemerintah Tak Transparan dan Lambat Menanganinya

Kompas.com - 11/03/2023, 12:52 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM berkesimpulan pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak (acute kidney injury/AKI) yang terjadi sejak tahun 2022.

Kasus gagal ginjal akut ini disebabkan oleh obat yang mengandung zat kimia berbahaya di luar ambang batas aman, yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Kesimpulan ini didasarkan pada temuan Komnas HAM dalam kasus tersebut, yakni lambatnya informasi yang diberikan pemerintah, adanya tindakan tidak efektif dalam proses identifikasi penyebab gagal ginjal akut, dan tidak efektifnya pengawasan sistem kefarmasian.

Kemudian, buruknya koordinasi antara lembaga otoritatif dan industri dalam sistem layanan kesehatan dan kefarmasian, serta tidak maksimalnya penanganan korban dan keluarga korban.

Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Polri: Praxion Masih Aman Dikonsumsi, Kandungan EG-DEG Tak Lebihi Batas Aman

"Pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia, terutama dalam memberikan informasi yang tepat cepat kepada publik untuk meningkatkan kewaspadaan serta meminimalisir dan mencegah bertambahnya korban," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023).

Kesimpulan lainnya, ada ketidakefektifan tindakan surveilans kesehatan atau penyelidikan epidemiologi yang dilakukan pemerintah dalam menemukan faktor penyebab kasus gagal ginjal.

Hal ini membuat jatuhnya korban jiwa tidak dapat diminimalisir, dan tidak mencegah lonjakan kasus.

Ditambah lagi, pemerintah tidak efektif dalam kebijakan dan tindakan pengawasan terhadap sistem kefarmasian, baik dari aspek produksi dan peredaran obat.

"Sehingga menyebabkan keracunan disertai kematian dan dampak lanjutan terhadap ratusan anak-anak," ujar Anis.

Baca juga: Komnas HAM: Penyelidikan Kasus Gagal Ginjal Rampung, Kini dalam Proses Analisis

Kemudian, Komnas HAM juga berkesimpulan bahwa penanganan dan pemulihan korban atau keluarga tidak dilakukan secara cepat dan komprehensif. Hal ini membuat korban mengalami dampak lanjutan dari penyakit gagal ginjal yang sebelumnya diderita.

Dampak lanjutan tersebut berupa adanya kecacatan pada anak maupun hilangnya pekerjaan orang tua.

"Tiga keluarga yang kami datangi, sebagian di antara mereka orang tuanya terpaksa kehilangan pekerjaan karena harus mengurus secara bergantian dengan istrinya, karena harus mengurus anak yang harus setiap hari ke rumah sakit," kata Anis.

Selanjutnya, tata kelola kelembagaan dan koordinasi antar instansi pemerintah yang memiliki otoritas dalam pelayanan kesehatan dan pengawasan obat tidak efektif dan belum maksimal, serta tidak memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.

Baca juga: Menko PMK: Bantuan untuk Korban Gagal Ginjal Akut Tengah Diproses di Kemensos

Kemudian, adanya kesengajaan mengubah bahan baku tambahan obat yang tidak sesuai peruntukannya, sehingga menyebabkan keracunan disertai kematian. Hal ini merupakan perbuatan melawan hukum atau tindak pidana.

Lebih lanjut, adanya unsur pengabaian terhadap kewajiban industri dalam menjamin mutu khasiat dan keamanan obat. Hal ini, kata Anis, adalah bentuk pelanggaran terhadap HAM karena telah mencabut hak hidup seseorang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com