JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merampungkan proses penyelidikan kasus gagal ginjal akut atipikal akibat keracunan obat sirop.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan, Komnas HAM saat ini sedang menyusun analisis dari hasil penyelidikan yang sudah dilakukan.
"Kalau penyelidikan pokoknya sudah semua, jadi ini tinggal menyusun analisis dan rekomendasi," ujar Atnike saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2023).
Atnike mengatakan, ia belum bisa memastikan kapan rekomendasi terkait kasus ini diputuskan.
Baca juga: Sidang Gugatan Class Action Korban Gagal Ginjal Akut, Hakim Minta Tergugat Siapkan Tanggapan
Karena hasil analisis nantinya akan digelar di sidang paripurna dan ada kemungkinan penambahan analisis dari para komisioner.
"Kalau akan diputuskan (kapan) saya belum bisa ngomong, karena kan bisa jadi di antara komisioner masih ada pandangan, perlu ada pandangan atau perlu ada tambahan, tapi kalau proses penyelidikan sendiri sudah selesai," ucap dia.
Atnike menyebut, hasil penyelidikan setebal 90 halaman itu setelah diputuskan nantinya akan diberikan kepada otoritas yang berkaitan dengan kasus itu.
"Kebanyakan ke pemerintah, lembaga atau institusi terkait. (termasuk Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan). Itu kan mereka termasuk institusi yang terkait dengan ini," imbuh atnike.
Kasus gagal ginjal mencuat sejak tahun lalu yang disebabkan oleh keracunan obat sirup mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG).
Baca juga: Pemerintah Berencana Beri Santunan untuk Korban Meninggal Gagal Ginjal Akut
Zat kimia berbahaya ini sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, tetapi cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diperbolehkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol.
Cemaran ini tidak membahayakan sepanjang tidak melebihi ambang batas. Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang. Tak berhenti sampai situ, para korban menggungat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan.
Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.