JAKARTA, KOMPAS.com - Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966 menjadi salah satu peristiwa penting dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Surat ini berisi tentang instruksi Sukarno kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Soeharto guna mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam mengawal jalannya pemerintahan.
Supersemar juga dikaitkan dengan kelahiran Orde Baru di bawah panji kekuasaan Soeharto yang berlangsung selama 32 tahun dari 1966-1998.
Sejak dulu hingga sekarang, kontroversi mengenai Supersemar terus bertahan puluhan tahun lamanya. Salah satu kontroversi tersebut mengenai banyaknya versi Supersemar.
Banyaknya versi Supersemar menjadi salah satu kontroversi yang paling melekat di tengah masyarakat.
Keberadaan beberapa versi ini pula yang membuat perdebatan mengenai Supersemar mana yang asli atau bukan bertahan begitu lama.
Baca juga: Profil 3 Jenderal Kurir Supersemar
Sepengetahuan masyarakat, setidaknya ada tiga versi Supersemar. Namun terungkap bahwa Arsip Nasional Republik Indonesia ternyata mengoleksi enam versi Supersemar.
Hal ini diketahui dalam seminar bertajuk "Menilik Surat Perintah Presiden 11 Maret 1966" yang diinisasi Arsip Nasional Republik Indonesia, Jumat (10/3/2023).
Dalam tayangan Youtube Arsip Nasional Republik Indonesia memperlihatkan versi pertama Supersemar tertera tanda tangan Sukarno.
Namun, tanda tangan Sukarno nampak tidak ada pada versi kedua Supersemar.
Sementara, versi ketiga Supersemar secara fisik terlihat sudah usang dengan adanya robekan pada sisi kiri surat.
Versi keempat dan kelima Supersemar juga nampak tidak tertera adanya tanda tangan Sukarno. Sedangkan versi kelima terlihat tanda tangan Sukarno.
Baca juga: Sejarah Supersemar: Kronologi, Tokoh, dan Kontroversinya
Direktur Preservasi Arsip Nasional Republik Indonesia Agus Santoso mengungkapkan, Arsip Nasional Republik Indonesia menyimpan versi pertama Supersemar sejak lama.
"Untuk versi kedua dan ketiga itu memang kami terima dari Setneg (Sekretariat Negara) termasuk dari salinan itu yang diberikan dari Setneg, ada yang polos, tidak ada tanda tangannya, ada juga yang ttd-nya, ya seperti itu," kata Agus dikutip dari Youtube Arsip Nasional Republik Indonesia pada Sabtu (11/3/2023).
Khusus versi keenam Supersemar, Agus menjelaskan, Arsip Nasional Republik Indonesia mendapatkan versi tersebut dari seorang wartawan.
Sekilas, versi keenam hampir menyerupai versi pertama Supersemar.
"Hanya memang versi keenam itu ada tulisan merahnya yang agak berbeda. Sementara yang pertama adalah besar kemungkinan diserahkan dari Mabes ABRI, terutama Angkatan Darat, sementara versi keenam itu diberikan oleh seorang wartawan pada waktu itu," ungkap Agus.
Agus menegaskan, Arsip Nasional Republik Indonesia akan terus menggali Supersemar sepanjang hal ini untuk kepentingan negara.
Akan tetapi, Agus menggarisbawahi, Arsip Nasional Republik Indonesia hanya menyimpan.
Pihaknya pun menyerahkan kepada masyarakat agar dapat menilai sendiri mengenai otentikasi versi Supersemar.
Dengan demikian, banyaknya versi ini bukan menjadi alasan untuk dihilangkan, tetapi tetap dipertahankan.
"Di sinilah potensi Supersemar itu memang tetap ada walaupun sebetulnya kalau kita gali kira-kira baca dan cermati isinya juga hampir sama semuanya berkisar tentang bagaimana Letjen Soeharto untuk mengamankan Jakarta," imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.