Atas pertanyaan tersebut, Thomas membantah dapat informasi pengadaan satelit itu langsung dari Purnomo Yusgiantoro.
Namun, informasi terkait kelanjutan proyek tersebut didapatkan dari mertuanya, yang merupakan teman Menteri Pertahan saat itu.
"Dari mertua saya, bukan langsung dari pak Menhan (Purnomo Yusgiantoro) sendiri," ujar Thomas.
Dalam kasus ini, Jaksa koneksitas mendakwa mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DKN, Surya Cipta Witoelar; dan Warga Negara Amerika Serikat (AS) yang bekerja sebagai Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony Van Der Heyden telah menimbulkan kerugian kerugian negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 dalam pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemenhan RI tahun 2015.
Baca juga: Kasus Satelit di Kemenhan, Warga Negara AS Didakwa Rugikan Negara Rp 453 Miliar
Menurut jaksa koneksitas, dugaan kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT pada Kemenhan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Jaksa koneksitas mengungkapkan, Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto diminta oleh Thomas Anthony Van Der Heyden, Arifin Wiguna, dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Floater, yaitu Satelit Artemis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Avanti Communication Limited. Meskipun Sewa Satelit Floater itu tidak diperlukan.
Agus Purwoto, kata jaksa, tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak.
“Karena tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA), dalam penandatanganan kontrak tersebut,” ujar jaksa koneksitas.
Baca juga: Kejagung Tahan 4 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan di Rutan Salemba
Lebih lanjut, jaksa juga memaparkan bahwa anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan dalam pengadaan satelit tersebut belum tersedia.
Selain itu, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR), serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
“Tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT),” kata jaksa koneksitas.
“Satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan (satelit sebelumnya yaitu) Satelit Garuda-1,” ujarnya melanjutkan.
Atas tindakannya, empat terdakwa dalam kasus ini dinilai telah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Sidang Kasus Satelit Kemenhan dengan Terdakwa WNA AS Ditunda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.