JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusutan skandal pengubahan substansi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103/PUU-XX/2022 memasuki babak baru lagi.
Majelis Kehormatan MK (MKMK) telah rampung memeriksa para hakim konstitusi.
Sepekan ke belakang, MKMK sudah memanggil semua hakim konstitusi untuk dimintai keterangan terkait skandal ini, minus Enny Nurbaningsih yang berstatus sebagai anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi aktif yang permintaan keterangannya bersifat konfirmasi dari setiap pemeriksaan para pihak.
Di samping itu, MKMK juga telah meminta keterangan dari mantan hakim konstitusi Aswanto. Aswanto masih berstatus sebagai hakim konstitusi ketika memutus perkara tersebut. Namun, ketika putusan dibacakan, ia sudah digantikan Guntur yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal MK.
Baca juga: Ketua MKMK Anggap Perlu Pemeriksaan Lanjutan di Kasus Pengubahan Substansi Putusan MK
Sebelum pemeriksaan para hakim konstitusi, MKMK sudah mendalami berbagai informasi dari Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan (HAK) pada Kesekjenan MK untuk mengusut diubahnya substansi Putusan MK nomor 103/PUU-XX/2022.
MKMK juga telah meminta keterangan awal dari panitera, Muhidin, serta penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menyinggung, pemeriksaan tidak hanya terhadap para pihak yang dianggap memiliki keterkaitan dengan kasus ini, melainkan juga terhadap dokumen-dokumen lain, termasuk rekaman kamera pengawas.
"Sekarang kami sedang menganalisis itu semua dengan dokumen-dokumen yang ada pada kami dan bukti-bukti yang lain, termasuk rekaman audio kemudian kamera CCTV dan sebagainya," ujar Palguna kepada wartawan, Senin (6/3/2023).
"Ada beberapa yang perlu kami dapatkan dan masih kami mintakan ke pihak Mahkamah Konstitusi," ia menambahkan.
Baca juga: MKMK Sebut Ada Titik Terang Skandal Pengubahan Substansi Putusan MK
Palguna menjelaskan bahwa penggalian keterangan dari dokumen-dokumen ini, termasuk rekaman kamera CCTV, penting dilakukan untuk memastikan bahwa pengusutan perkara yang mereka lakukan didukung dengan bukti yang kuat, tidak berdasarkan asumsi semata.
"Memang ada beberapa dokumen maupun, misalnya, rekaman, yang perlu kami dengar untuk mengonfirmasi hal-hal penting untuk menemukan gambar yang utuh dari peristiwanya itu," ujar eks hakim konstitusi 2 periode tersebut.
Palguna juga mengeklaim sudah ada titik terang dalam pengusutan skandal ini, namun mengaku perlu kroscek dan konfirmasi dari beberapa sumber lain yang akan dilakukan kemudian.
Palguna enggan membeberkan apa yang ia maksud sebagai titik terang untuk menghindari terbentuknya opini liar sebelum keputusan majelis kehormatan diambil.
Timbulnya opini-opini semacam itu dikhawatirkan bakal menghakimi satu pihak yang sesungguhnya belum dinyatakan kelanggengan kode etik oleh majelis kehormatan karena pengusutan masih berlangsung.
"Karena ini kan menyangkut satu hal mendasar ya, jadi kita juga tidak boleh juga sembarangan," kata Palguna.
Ia juga mengonfirmasi bahwa 3 anggota MKMK sudah memiliki pandangan terkait gambaran peristiwa ini, termasuk pihak-pihak yang terlibat, berdasarkan pemeriksa yang telah dilakukan sejauh ini.
"Itu kan kita sudah kita temukan, itu lah yang kami sebutkan kami (perlu) dalami tadi, dan sebaiknya saya tidak menyebut ini dulu, identitas ataupun nama dulu," ujarnya.
"Saya janji kepada kawan-kawan semua, dalam putusan nanti semua akan diungkap, pasti itu. Publik nanti yang akan menilai bagaimana hasil kerja kami," tutur Palguna.
Baca juga: Usut Skandal Pengubahan Substansi Putusan, Majelis Kehormatan MK Turut Periksa CCTV
Palguna pribadi memperkirakan bahwa pihaknya membutuhkan pemeriksaan lanjutan dalam mengusut pengubahan substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022.
"Karena ada beberapa poin pertanyaan kami dalam permintaan keterangan itu yang belum klir betul," ujar Palguna.
"Kami belum rapat permusyawarahan sesama majelis kehormatan, tapi kemungkinan besar mungkin akan ada pemeriksaan lanjutan. Tapi itu pendapat pribadi saya," ia menambahkan.
Palguna menyebutkan, setelah menyelisik berbagai dokumen tadi, MKMK akan menggelar rapat permusyawaratan untuk membuat keputusan berikutnya, apakah majelis kehormatan sudah dapat membuat putusan atau perlu melakukan pemeriksaan lanjutan.
Jika keputusan MKMK melanjutkan pengusutan ke pemeriksaan lanjutan, ada kemungkinan bahwa para pihak yang sejauh ini sudah dimintai keterangan, tak terkecuali para hakim, akan dipanggil kembali untuk dikonfrontasi.
"Itu bisa jadi. Secara teknis mana lebih memungkinkan, bisa jadi konfrontasi," kata Palguna.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023, MKMK hanya diberi waktu 30 hari kerja sejak perkara diregistrasi untuk mengusut kasus ini.
Kasus pengubahan substansi putusan perkara nomor 103/PUU-XX/2022 resmi diregistrasi MKMK per 14 Februari 2023. Itu artinya, dengan 30 hari kerja, maka perkara ini tuntas pada 28 Maret 2023.
Namun, jika selama 30 hari kerja perkara belum tuntas, maka pengusutan dapat ditambah 15 hari kerja berdasarkan Peraturan MK yang sama, atau hingga pertengahan April 2023.
Putusan 103/PUU-XX/2022 merupakan putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Pasal 23 ayat 1 dan 2, serta Pasal 27 A ayat 2 Undang-Undang tentang MK, yang diajukan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
Baca juga: MKMK Hanya Punya Waktu Sampai Pertengahan April Selesaikan Skandal Pengubahan Substansi Putusan
Putusan berkaitan dengan pencopotan sepihak Aswanto oleh DPR RI itu dibacakan pada 23 November 2022.
Sebagai informasi, substansi yang berubah dalam putusan ini hanya melibatkan 2 kata, namun dinilai memiliki konsekuensi hukum yang jauh berbeda.
Perubahan itu yakni dari kata "dengan demikian ..." yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang, menjadi "ke depan ...".
Secara utuh, yang dibacakan Saldi Isra selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK …”
Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK …”
Perubahan substansi putusan ini dinilai bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR. Perubahan ini juga diprediksi menciptakan kerancuan.
Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK sehingga penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.