Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024 Dinilai Aneh, Bertentangan dengan UU

Kompas.com - 03/03/2023, 07:58 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024 aneh dan membingungkan.

Putusan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Putusan aneh dan membingungkan. Satu putusan yang tidak ada dalam skema penegakan hukum pemilu dalam UU Pemilu kita," kata Hadar kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).

Baca juga: Perjalanan PRIMA Gugat KPU 4 Kali hingga Menang di PN Jakpus, Berujung Kisruh Tunda Pemilu

Hadar menyebutkan, pada prinsipnya pemilu harus dilaksanakan tepat waktu. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 22 E mengamanatkan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPRD, dan anggota DPD diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.

Memang, UU Pemilu membuka kesempatan dilakukannya penundaan pemilu dan pemilu susulan. Namun, mekanisme ini diatur secara ketat dan terbatas.

Pasal 431 UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa penundaan pemilu dimungkinkan jika terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, dan bencana alam.

Sementara, putusan PN Jakpus soal penundaan pemilu tak merinci perihal faktor yang menyebabkan Pemilu 2024 harus ditunda, seberapa besar wilayah penundaan, dan pihak mana yang menetapkan penundaan.

“Penundaan yang kemudian dilanjutkan oleh pemilu susulan atau pemilu ulang dalam UU Pemilu telah diatur secara ketat dan terbatas,” ucap Hadar.

Baca juga: Partai Prima Menang di PN Jakpus, KPU Pastikan Peserta Pemilu 2024 Masih 24 Parpol

Lagi pula, UU Pemilu tak memberikan amanat buat Pengadilan Negeri (PN) untuk dapat memutuskan sengketa terkait pemilu.

Menurut Pasal 470 dan Pasal 471 UU tersebut, gugatan atau sengketa terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses verifikasi partai politik calon peserta pemilu ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan Pengadilan Negeri.

Oleh karena Pengadilan Negeri tak punya wewenang, menurut Hadar, seharusnya sejak awal perkara ini dinyatakan sebagai gugatan yang tidak dapat diterima.

“Jadi, putusan perkara perdata di PN Jakpus karena tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU Pemilu, suatu UU bersifat khusus, maka putusan PN dapat menjadi putusan yang tidak dapat dilaksanakan,” kata Hadar.

Dengan sejumlah alasan tersebut, Hadar menilai KPU tak perlu menunda dan tetap melanjutkan tahapan Pemilu 2024 sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan.

Menurut dia, KPU telah benar menyikapi putusan ini dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

“Walau prioritas utama mereka adalah melaksakan tahapan sesuai jadwal dengan berkualitas, jujur, adil, tranparan dan seterusnya sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaran pemilu,” katanya.

Lebih lanjut, mantan komisioner KPU RI tersebut berharap putusan PN Jakpus ini tak akan mengganggu jalannya tahapan Pemilu 2024.

“Bahwa akan ada atau bahkan meningkat pewacanaan penundaan pemilu mungkin saja dengan keluarnya putusan ini, tapi penundaan itu sendiri tetap tidak mempunyai dasar hukum apa pun,” tuturnya.

Baca juga: Pertimbangan PN Jakpus Putus Pemilu Ditunda, KPU Langgar Asas Kecermatan

Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap KPU. Dalam putusannya, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Sedianya, tahapan Pemilu 2024 telah berjalan sejak Juni tahun lalu. Pemungutan suara dijadwalkan digelar serentak pada 14 Februari 2024.

Adapun gugatan terhadap KPU dilayangkan karena Prima sebelumnya merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Baca juga: Respons Putusan PN Jakpus, KPU Jamin Tahapan Pemilu 2024 Jalan Terus

Namun, partai pendatang baru tersebut merasa telah memenuhi syarat keanggotaan dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Sebelum menggugat ke PN Jakpus, perkara serupa sempat dilaporkan Prima ke Bawaslu RI. Namun, Bawaslu lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam tahapan verifikasi administrasi Prima.

Atas putusan PN Jakpus ini, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menyatakan pihaknya akan mengajukan banding.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com