Mereka melakukan perlawanan di kendari dan Pulau Buru, Maluku. Operasi selanjutnya juga berkaitan dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di wilayah Sumatera.
Bersama dengan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)/Kopassus, Kopasgat juga melakukan operasi untuk memperkokoh NKRI.
Operasi ini merupakan rangkaian usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat.
Ketika itu, Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima dalam operasi ini. Ketika terjadi gejolak yang panas tentang status Irian Barat, Kopasgat ikut ambil bagian untuk melakukan sebuah operasi.
Mereka membantu operasi yang sering disebut dengan Trikora. Sekitar 532 personel Kopasgat dikirim menuju Irian Barat.
Setelah beberapa kali melakukan penerjunan, terdapat kisah heroik. Kali pertama bendera Merah Putih dikibarkan di Irian Barat oleh pasukan Kopasgat.
Pada 19 Mei 1962 terjadi saling serang antara regu penerjun dengan tentara Belanda. Peristiwa yang terjadi itu merenggut hampir 53 orang anggota Kopasgat.
Akhirnya untuk mengenang, dibangunlah sebuah monumen di Teminabuan, Sorong dengan nama Tugu Merah Putih. Total dilakukan sembilan kali penerjunan yang dilakukan Kopasgat selama operasi Trikora.
Operasi Dwikora dilakukan saat Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia.
Slogan Soekarno saat itu, "Ganyang Malaysia", menjadi pertanda untuk melakukan operasi militer terhadap negara itu.
Berbeda dengan operasi sebelumnya yang bergabung dengan pasukan lain, kini Kopasgat melakukan operasi tunggal penerjunan.
TNI Angkatan Darat dan Marinir juga mengirimkan beberapa batalyon dalam serangan ini.
Peristiwa nahas terjadi ketika Kopasgat melakukan penerjunan. Pesawat C-130 Hercules yang diterbangkan Mayor (U) Djalaloedin Tantu terjatuh di Selat Malaka.
Pesawat itu terjatuh karena terbang terlalu rendah untuk menghindari deteksi radar musuh.
Jumlah personel Kopasgat yang gugur/hilang selama operasi ini sejumlah 83 orang dengan 117 tertangkap dan terluka.